REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sidang kasus dugaan korupsi PT. Surya Alam Tunggal (PT. SAT) yang menyeret nama Humala Napitupulu, seorang penelaah di Keberatan dan Banding Pajak pada Direktorat Perpajakan Kementerian Keuangan, kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/12). Humala merupakan rekan Gayus Halomoan Tambunan di Direktorat Perpajakan Kementerian Keuangan, bagian Keberatan dan Banding Pajak.
Saksi yang dihadirkan kali ini adalah Kasubdit pada Keberatan dan Banding Pajak di Direktorat Perpajakan, Jhoni Mario Tobing dan Direktur Keberatan dan Banding Pajak pada Direktorat Perpajakan, Bambang Heru Ismiarso. Keduanya merupakan bos Gayus Halomoan Tambunan dan Humala Napitupulu. Dua nama terakhir yang disebutkan adalah orang yang disangka mengabulkan permohonan keberatan pajak yang diajukan PT.SAT sebesar Rp 190 juta, dua tahun lalu.
Bambang Heru Ismiarso, mengatakan, tidak ada yang salah dengan pengabulan permohonan keberatan pajak yang diajukan PT.SAT, sebuah pabrik yang berlokasi di Sidoarjo, Jawa Timur. "Pokok masalah sudah jelas. Tidak ada kriminal pajak, dan semua instansi menganggap tidak ada yang salah dengan kasus keberatan pajak PT.SAT," kata dia saat sidang berlangsung, Senin (13/12).
Humala, terdakwa kasus PT.SAT, juga mengaku bingung. "Dua-duanya (saksi) bilang tidak ada masalah, jadi saya bingung. Dari awal eksepsi pun saya sudah ungkapkan itu. Saya ini sudah ditahan hampir 6 bulan. harusnya semua yang tanda tangan pengabulan permohonan itu juga bermasalah bukan saya saja," kata Humala usai sidang.
Humala menambahkan, yang mengatakan bermasalah hanya tim independen dari mabes Polri. "Dari instansi manapun bilang tidak ada masalah. Yang melaporkan itu polisi, tapi kok gak datang-datang," ujar dia.
Humala menjelaskan, pajak 190 juta (meliputi gedung dan mesin-mesin), dibayar oleh PT SAT, seharusnya negara tidak berhak menagih. "Atas pengalihan aset tahun 1994. Nilai 190 juta karena Surya Adi Kumala (SAK) jual ke SAT. Padahal waktu beli dapat fasilitas penangguhan, tapi tdk dimanfaatkan oleh SAK. SAT justru yang bayar sebesar 190 juta tahun 1996, dan itu sudah lewat. Seharusnya itu menguntungkan negara," kata Humala.
Saat persidangan pada Rabu (8/12) lalu, terungkap fakta bahwa akhirnya negara mengembalikan senilai 570 juta rupiah (dugaan kerugian yang dialami negara) ke PT.SAT. Pengembalian nilai itu lantaran tidak terbukti bahwa negara merugi.
Terkait dengan Gayus, Humala berharap Gayus dihadirkan dalam sidang dirinya. "Gayus harus dihadirkan, tapi hingga kini kok gak dihadirkan. Saya ndak tau akan jadi saksi meringankan atau tidak. Semoga dia konsisten dengan ucapan di sidang Rabu (8/12). Kalau mau mengungkap mafia pajak dia harus bilang kebenaran itu kebenaran, kalau tidak nanti dimanfaatkan orang," tutur dia.
Tidak hanya itu, Humala juga sedang mempertimbangkan kehadiran Darmin Nasution, mantan Dirjen Pajak Kementerian Keuangan, sebagai saksi dalam sidang berikutnya. "Saya tidak begitu tahu tentang hukum, tapi nanti saya akan tanyakan kepada lawyer saya," tandasnya.