REPUBLIKA.CO.ID,WASHINGTON-Lembaga advokasi muslim ternama di AS, Council on American-Islamic Relations (CAIR), Senin (20/12) waktu setempat, meminta Jaksa Agung AS, Eric H Holder Jr, untuk merevisi kebijakan Departemen Kehakiman yang menggunakan jasa para ekstrimis anti-Islam untuk melatih aparat antiteror.
Praktik tersebut, kata Lembaga yang bermarkas di Washington tersebut, terungkap dalam laporan investigatif yang dimuat harian Washington Post edisi Senin. ‘’Guna mempelajari lebih jauh tentang Islam dan teroris, sejumlah badan penegak hukum menyewa mereka yang menyebut dirinya ahli untuk memberi pelatihan. Para ‘ahli’ tersebut punya pandangan ekstrem tentang Islam dan teroris yang dinilai tak akurat dan kontraproduktif oleh FBI dan badan intelijen AS,’’ demikian tulis Washington Post.
Post menyebut sejumlah kasus dimana orang-orang yang tak memiliki pendidikan formal yang cukup memberikan pelajaran tentang terorisme dan Islam kepada aparat penegak hukum di seluruh negeri.
Salah satu pengajar mengatakan kepada semua muridnya bahwa Muslim di AS ingin menerapkan hukum syariah di negara tersebut. Pengajar lainnya, kepada Post, mengatakan dirinya mengajari para aparat agar mereka mengawasi seluruh kelompok Muslim dalam komunitas. ‘’Dia merekomendasikan agar otoritas penegak hukum memonitor kelompok pelajar Muslim dan masjid lokal, dan jika memungkinkan menyadap telepon mereka,’’ tulis Post.
Post melaporkan bahwa Center for Security Policy, sebuah lembaga think tank sayap kanan yang baru-baru ini mengeluarkan laporan yang menyerang Muslim AS, juga diundang berbicara dalam berbagai forum para penegak hukum.
‘’Digunakannya jasa para ‘ahli’ yang punya agenda tersendiri dan tak memiliki cukup informasi akan berujung pada praktek penegakan hukum yang berdasar pada misinformasi, tidak pada kebutuhan keamanan negara yang sesungguhnya,’’ tulis Direktur Eksekutif CAIR, Nihad Awad, dalam suratnya kepada Jaksa Agung Eric Holder.
Ia mengatakan Holder baru-baru ini membuat pernyataan kepada umat Muslim AS bahwa aparat penegak hukum punya kewajiban untuk menjamin kebebasan semua pemeluk agama untuk beribadah, bebas dari intimidasi, kekerasan, dan kecurigaan.
‘’Mereka yang menganggap Muslim AS sebagai komunitas yang harus dicurigai seharusnya tidak boleh mengajar para penegak hukum, baik di tingkat lokal maupun pusat,’’ ujar Awad.
Sebelumnya, sebuah koalisi yang terdiri dari umat Muslim, Sikh, Asia-Amerika, serta kelompok lainnya meminta Direktur FBI, Robert Mueller, untuk menjelaskan mengapa Robert Spencer, pemimpin sebuah kelompok anti-Islam, diundang untuk mengajar para penegak hukum lokal dan pusat.
Dalam suratnya kepada Mueller, koalisi tersebut menegaskan pandangan keras Spencer terhadap Muslim dan Islam, termasuk pernyataan Spencer bahwa Nabi Muhammad adalah seorang penjahat.