Rabu 22 Dec 2010 05:26 WIB

Presiden Kritik Independensi Televisi

Rep: M Ikhsan Shiddieqy/ Red: taufik rachman

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengkritik independensi siaran televisi nasional di Indonesia. Presiden mengetahui jika setiap televisi membawa kepentingannya masing-masing, termasuk kepentingan politik. Presiden mengingatkan, kalau kepentingan itu disampaikan terlalu vulgar maka rakyat tidak akan suka.

Presiden menyampaikan hal itu ketika meresmikan Pemancar Televisi Digital TVRI, di kantor TVRI Pusat, Selasa (21/12). Selain dihadiri pimpinan TVRI, acara tersebut juga dihadiri Menkominfo Tifatul Sembiring, Menbudpar Jero Wacik, Menlu Marty Natalegawa, Seskab Dipo Alam, dan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman.

"Televisi atau media massa bagaimanapun, meskipun ada idealisme pers, harus netral, independen, dan segala macam, (namun) selalu ada posisi, selalu ada sikap, selalu ada keberpihakan, saya tahu, mungkin itu juga politik atau kepentingan pemiliknya, the owner, atau barangkali manajemen yang juga memiliki visi tertentu," kata Presiden. Menurut Presiden, hal itu tidak apa-apa dalam dunia demokrasi.

"Politik memang begitu, demokrasi pun begitu, yang penting jangan sangat berlebihan. Kalau sangat berlebihan, apalagi vokal, rakyat tidak suka, rakyat ini cerdas, kalau berlebihan pasti tidak suka," ujar Presiden. Ketika menyampaikan hal itu, Presiden tidak menyebut televisi atau media mana yang vulgar dalam membawa kepentingannya, namun Presiden berharap TVRI bisa independen.

Dalam kesempatan itu, Presiden juga mengkritik isi pemberitaan televisi nasional yang berisi berita negatif. Presiden heran mengapa televisi di Indonesia senang memberitakan hal buruk di negaranya, padahal stasiun-stasiun televisi di negara lain giat memberitakan hal positif di negaranya masing-masing. Presiden mengaku sering menonton siaran televisi asing, seperti Channel News Asia, Arirang, dan CCTV.

"Yang tidak betul adalah manakala kita tahu ada yang baik-baik, ada yang jelek-jelek, yang diangkat hanya yang jelek-jeleknya saja, agak malu mengangkat yang baik, mengapa harus malu," katanya. Presiden menambahkan, stasiun televisi di negara lain juga ada yang memberitakan hal-hal yang jelek tentang Indonesia, kemudian Presiden mengaku meminta Menlu untuk menyampaikan keberatan.

Menurut Presiden, televisi bisa aktif membangun karakter bangsa. "Dalam era globalisasi, demokrasi, dan modernisasi, watak bangsa yang unggul, yang mulia, adalah menjadi kewajiban kita semua untuk membangun dan mengembangkan. Jangan kita jadi bangsa pesimis, skeptis, sinis, dan mudah putus asa," kata Presiden.

Presiden mengatakan, konektivitas harus dibangun di Indonesia. "Konektivitas atau keterhubungan di antara pulau-pulau, kabupaten/kota juga amanah dari rakyat yang harus dijalankan," kata Presiden. Konektivitas bukan saja infrastruktur fisik, tapi juga dari segi komunikasi dan informasi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement