REPUBLIKA.CO.ID,
SLEMAN--Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP) Kulonprogo dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta resmi melaprokan Bupati Kulonprogo, Toyo S Dipo, terkait terbitnya SK BupatiNo 140 tahun 2010 tentang izin pemanfaatan ruang kawasan pesisir Selatan Kulonprogo, yang dikeluarkan tanggal 11 Mei 2010.
Senin (27/12) siang, puluhan warga PPLP mendatangi Polda DI Yogyakarta untuk memasukkan laporan tersebut. Warga didampingi oleh kuasa hukum mereka, Syamsudin Nurseha, dari LBH Yogyakarta. Dari Walhi Yogya, hadir langsung direkturnya, Suparlan.
Pada kesempatan itu, warga juga melaporkan jajaran pimpinan Ketua DPRD Kulonprogo, karena keputusannya yang menguatkan SK Bupati tersebut, yakni melalui keputusan DPRD Kulonprogo No 1/Kep/DPRD/2010 tentang perijinan pemanfaatan pesisir Kulonprogo.
Proses pelaporan ini juga diwarnai dengan menggelar selamatan tumpengan yang digelar aktivis LSM Sahabat Lingkungan dan Voluntir Indonesia Pulih, di depan pintu masuk Gedung Polda DIY. Mereka menggelar ritual doa dengan membawa ingkung ayam serta hasil bumi berharap agar semua pihak bisa menahan diri agar tak terus merusak lingkungan hidup.
''Mudah-mudahan dengan ritual ini, hati para polisi terketuk dan serius a menindaklanjuti laporan kami,'' kata Chandra Dewi, koordinator Sahabat Lingkungan. Kata Widodo, seorang anggota PPLP Kulonprogo, nasib para petani lahan pasir PPLP benar-benar dikesampingkan begitu saja dengan turunnya SK-SK itu. Sejauh kini, katanya, mereka juga tak tahu akan adanya SK tersebut. Keberadaan SK itu baru terkuat setelah rencana proyek pasir besi ini memasuki tahapan pembahasan Andal.
''Jangankan nasib kami diperhatikan, pejabat-pejabat tersebut bahkan berani membuat aturan yang melanggar peraturan perundang-undangan di atasnya, hanya untuk memperlancar proyek penambangan pasir besi,'' kata Widodo.
Padahal proyek itu, lanjutnya, jelas akan menghancurkan lahan pertanian PPLP. ''Kalau begitu, sampai kapanpun kami akan melawan, salah satunya dengan menempuh jalur hukum seperti ini,'' kata Widodo.
Syamsudin dari LBH mengatakan SK Bupati dan Keputusan DPRD Kulonprogo itu jelas dibuat dengan melanggar peraturan di atasnya, seperti Perda RTRW Kulonprogo tahun 2003-2011, dan juga UU No 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang dan Wilayah.
Menurut dia, Perda RTRW Kulonprogo mengatur bahwa kawasan pesisir Selatan Kulonprogo diperuntukan untuk kawasan pertanian, tapi SK itu seakan dengan mudah mengubahnya menjadi kawasan pertambangan. Dijelaskannya, dalam UU No 26 tahun 2007 pasal 27 ayat 7 disebutkan bahwa setiap pejabat pemerintahan dilarang mengeluarkan ijin yang tak sesuai dengan peraturan tentang tata ruang dan wilayah.