REPUBLIKA.CO.ID, ABIDJAN-- Pemimpin Pantai Gading Laurent Gbagbo, akhir pekan menyatakan dia tidak akan mundur sebagai presiden. Dalam pesan Tahun Baru kepada bangsanya, Gbagbo mengatakan dia tidak akan menyerahkan kekuasaan.
Dia juga menyebut seruan-seruan kepadanya untuk mundur adalah "sebuah upaya kudeta." Gbagbo mengatakan tidak ada seorangpun yang berhak memanggil tentara asing untuk menyerang negaranya.
"Tugas kita terbesar bagi negara kita adalah untuk mempertahankannya dari serangan asing,'' katanya menegaskan. Pantai Gading telah terperangkap dalam kebuntuan politik sejak pemilihan presiden putaran kedua pada 28 November yang bersejarah.
Baik Gbagbo dan pemimpin oposisi Alassane Ouattara menyatakan kemenangan, bersumpah diri sebagai presiden negara itu dan membentuk pemerintah masing-masing. Gbagbo didukung oleh Dewan Konstitusi negara, sedangkan Ouattara mendapat dukungan dari komisi pemilu.
Misi dari Komunitas Ekonomi Negara Afrika Barat (ECOWAS) berada di Abidjan pada Selasa untuk meminta Gbagbo menyerahkan kekuasaan kepada saingannya Alassane Ouattara. Misi tiga presiden Afrika itu meninggalkan Pantai Gading pada Rabu tanpa tanda keberhasilan.
Mereka telah berikrar untuk kembali ke Pantai Gading pada 3 Januari untuk melanjutkan upaya mediasi tersebut.
ECOWAS sebelumnya telah mendesak Gbagbo untuk turun dan berikrar menggunakan kekuatan yang sah jika dia gagal untuk mengindahkan permintaan mereka itu.
Sementara itu Kantor Berita AFP mengatakan, para kepala militer regional Afrika Barat telah mempersiapkan rencana untuk memecat orang kuat Pantai Gading, Laurent Gbagbo jika pembicaraan gagal, kata seorang pejabat pertahanan Nigeria.
Keputusan itu dicapai pada pertemuan Masyarakat Ekonomi Negara Afrika Barat (ECOWAS) di Abuja, yang dihadiri oleh para pemimpin militer dari Benin, Burkina Faso, Ghana, Liberia, Mali, Senegal, Togo, Niger dan Nigeria.
"Komite para kepala staf pertahanan itu bertemu Selasa dan Rabu untuk bersiap bahwa jika semua bujukan gagal ... ECOWAS akan mengambilalih secara paksa kekuasaan dari Laurent Gbagbo dan menyerahkannya pada Alassane Ouattara," jelas Kolonel Mohamed Yerimah pada AFP.
ECOWAS memiliki pasukan pencari dan pemecah kesulitan beranggotakan 6.500 tentara yang siap siaga, yang beberapa pejabat katakan hampir siap digelar. "Ini adalah usaha terakhir, tapi dengan penuh harapan Gbagbo akan dapat dibujuk untuk menyerahkan kekuasaan secara politik tanpa kohesi militer," ujarnya.
Pertemuan tindak-lanjut untuk menentukan logistik dijadwalkan di Mali pada 17 dan 18 Januari. "Pertemuan itu akan memutuskan mengenai semua modalitas bagi operasi itu, seperti berapa lama tentara akan tinggal dan seberapa cepat mereka akan dikerahkan," kata Yerimah.
Ia menyatakan negara-negara anggota diharapkan akan menyumbang tentara dan material pada operasi itu. Tapi Ghana Kamis mengumumkan negara itu tidak akan mengirim tentara ke Pantai Gading dengan alasan negara itu telah melampaui kapasitasnya dalam operasi pemeliharaan perdamaian di tempat lain.