REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Nama istri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kristiani Herrawati (Ani), mendadak ramai diperbicangkan menjadi calon presiden di 2014, menggantikan suaminya. Namun, tampaknya Partai Demokrat belum solid mendukung Ani, termasuk Presiden SBY sendiri.
Hal ini terlihat dari sejumlah pernyataan yang dilontarkan Presiden SBY maupun politisi Partai Demokrat sejak pertengahan tahun lalu, ketika isu Ani menggantikan SBY mulai merebak.
Presiden SBY misalnya pada 15 Juli 2009 sempat berkomentar mengenai isu ini. "Kami sekeluarga sudah merancang ke depan, kalau tugas kami selesai, kami akan kembali ke masyarakat menjalankan tugas-tugas kemanusiaan, tidak lagi dalam pemerintahan dan ikut membantu pemerintahan dari luar," ujar SBY.
"Tidak ada satupun niat apalagi istri ikut-ikutan pemilihan presiden lima tahun mendatang karena kami yakin akan banyak lahir pemimpin setelah kami. Kami justu mendorong dan memberikan ruang bagi munculnya pemimpin-pemimpin baru yang akan memegang estafet kepemimpinan. Regenerasi itu penting," sambung SBY.
Hal serupa ia ulangi lagi pada 30 Juli 2010 dengan mengatakan secara tersirat menyatakan istrinya itu tidak akan menyalonkan diri.
"Biarkan demokrasi da n tatanan berjalan dengan baik. Kami ingin menyelesaikan tugas ini dengan baik," kata SBY."Dalam bahasa terang malam hari ini tidak ada lagi dorongan, godaan. kita meletakkan tatanan demokrasi yang baik," sambung dia.
Pernyataan bernada serupa kembali dilontarkan Presiden saat berbuka puasa di kediamannya di Cikeas, 23 Agustus lalu. Meskipun konteksnya sedikit berbeda karena menyangkut pemilihan kepala daerah, SBY mengatakan tidak etis kalau ada kepala daerah yang merujuk istri atau anaknya menjadi pengganti.
"Jika itu terlalu dipaksakan, apalagi dengan pemahamanan, tidak calon lainnya kok, kecuali keluarga saya, jika seperti itu, saya kira itu politik yang keliru," kata SBY.
"Jangan sampai dengan alasan tidak ada calon, dari gubernur menjadi wakil gubernur dan dari bupati menjadi wakil bupati. Tidak salah memang dalam demokrasi. Namun, hal itu kurang patut," katanya lagi.
Sementara dari internal Partai Demokrat, semenjak isu Ani Yudhoyono layak jadi capres 2014, terlihat memang ada perbedaan pendapat. Ketum DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, misalnya menegaskan soal penyalonan siapapun juga belum akan dibahas sampai 2013.
Namun pendapat Anas tidak sejalan dengan lontaran Ketua Departemen Komunikasi Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, yang mengatakan Ani Yudhoyono cocok menggantikan SBY karena ia kader senior di partai dan figur paling pas sejauh ini dari internal partai. Ruhut malah sudah menyanding-sandingkan Ani Yudhoyono dengan Aburizal Bakrie atau politisi PDIP, Puan Maharani dan Tjahyo Kumolo.
Pendapat berbeda juga disampaika anggota Dewan Pembina Demokrat, Achmad Mubarok. Mubarok sempat menyatakan Demokrat untuk Pilpres 2014 belum tentu akan memilih kader internal. Demokrat membuka pintu bagi capres eksternal, asal ada kesamaan visi dan misi.
Ketua Departemen Ekonomi Partai Demokrat, Soetan Bhatuganna, juga punya pemikiran lain. Menurut dia, ketika partai-partai ramai menyalonkan ketua umumnya sebagai capres, maka Demokrat belum tentu menyalonkan ketumnya sebagai capres. Itu berarti ada kemungkinan Anas Urbaningrum tidak masuk namanya di daftar capres dari Demokrat.
Melihat konstelasi seperti ini, tampaknya situasi internal Demokrat belum cukup solid untuk mendukung klan Yudhoyono kembali berkuasa di 2014.