REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Tersangka dugaan korupsi pada Sistem Administrasi Badan Hukum Kementerian Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, memberikan apresiasi atas kehadiran Jusuf Kalla dan Kwik Kian Gie menjadi saksi yang meringankan dirinya.
"Saya sangat mengapresiasi kehadiran Pak JK dan Pak Kwik ke Kejagung untuk memberikan keterangan sebagai saksi yang menguntungkan bagi saya hari ini," katanya melalui siaran persnya, di Jakarta, Rabu (5/1).
Mantan Menko Kesra, Jusuf Kalla dan mantan Menko Ekuin, Kwik Kian Gie, menjadi saksi meringankan untuk mantan Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra. Ia mengatakan kehadiran beliau menunjukkan komitmen yang tinggi dalam mengungkapkan kebenaran dan sekaligus upaya penegakan hukum yang adil.
"Pak JK, Pak Kwik, Pak Susilo Bambang Yudhoyono dan Bu Mega sama-sama hadir dalam rapat-rapat kabinet yang membahas kerjasama Pemerintah RI dengan IMF, yang di dalamnya juga membahas percepatan pengesahan perseroan, yang melahirkan Sisminbakum," katanya.
"Dalam kedudukannya sebagai Wakil Presiden Bu Mega telah meresmikan proyek Sisminbakum pada bulan Januari 2001". Selanjutnya Bu Mega dan Pak SBY menjadi Presiden, yang berdasarkan Pasal 2 UU No 20 Tahun 1997 tentang PNBP adalah pihak yang berwenang menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang jenis dan besarnya tarif PNBP pada suatu instansi Pemerintah atas suatu pelayanan kepada publik," katanya.
Ia menambahkan tidak semua hal dapat diterangkan oleh JK dan Kwik Kian Gie, terutama yang berkaitan dengan PNBP.
"Yang dapat menerangkan sesuatu itu PNBP atau bukan, hanyalah seorang mantan atau yang sedang menjabat sebagai Presiden. Masalahnya, selama Bu Mega menjadi Presiden, beliau tidak pernah merevisi PP tentang PNBP yang berlaku di Departemen Kehakiman dan HAM untuk memasukkan biaya akses Sisminbakum sebagai PNBP," katanya.
Dikatakan, Presiden SBY pernah empat kali mengubah PP tersebut dari tahun 2005 sampai 2007. Tiga PP ini tidak memasukkan biaya akses Sisminbakum sebagai PNBP. Pada 2009, SBY menerbitkan PP yang memasukkan biaya akses itu sebagai PNBP, setelah seluruh peralatan Sisminbakum milik Koperasi dan PT SRD disita oleh Kejagung dan kemudian "dititipkan" kepada Departemen Hukum dan HAM.