REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Keterlibatan Muslimah di ranah publik di berbagai bidang seperti di pendidikan, kesehatan, politik, ekonomi, dan hukum masih rendah, baik di tingkat pemerintah ataupun nonpemerintah. Karena itu, menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Linda Amalia Sari Gumelar, peran serta perempuan Muslim perlu terus ditingkatkan.
”Meskipun dewasa ini perempuan baik sebagai subyek atau obyek pembangunan relatif mengalami kemajua,n tetapi masih perlu ditingkatkan,” kata dia dalam Seminar Nasional Perempuan, Ruang Publika, dan Islam di Jakarta, Kamis (13/1).
Linda mencontohkan, persentasi perempuan di legislatif masih sebesar 18 persen tidak sebanding dengan laki-laki yang mencapai 82 persen. Di level eksekutif, jumlah perempuan yang terlibat sebagai pejabat eselon 1 masih berkisar pada angka 7, 8 persen.
Di lembaga-lembaga lainnya, posisi tersebut masih banyak didominasi oleh kaum pria. Padahal, mestinya perempuan muslimah memiliki modal kuat karena keterlibatan perempuan di ranah publik semasa Rasulullah pernah terjadi. Karenanya Kementerian PPPA terus melakukan koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang pemberdayaan perempuan. Dalam hal ini, KPPPA bekerjasama dengan berbagai instansi termasuk dengan ormas-ormas keperempuanan Islam.
Komisioner KOMNAS Perempuan, KH Husein Muhammad, mengatakan, peluang perempuan memasuki ruang publik belum cukup terbuka luas. Hal ini erat kaitannya dengan pemahaman terhadap eksistensi perempuan dalam ranah public yang dinilai masih keliru. Padahal dalam Islam perempuan mempuyai hak memilih, dipilih, berpolitik praktis, berinteraksi, bertransaksi, dan turut menentukan sejarah kehidupan manusia.
Sementara itu, Rektor Universitas Paramadina, Anies Baswedan, mengatakan meskipun secara statistic perempuan Muslim Indonesia telah berpartisipasi aktif dalam kehidupan public, tetapi masih ada ketidaksetaraan. ”Ini berakibat pada bias gender dalam representasi akses perempuan terhadap kegiatan dalam ruang publik,”kata dia.