REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Mahkamah Agung (MA) wacana pembentukan pengadilan khusus Pemilihan Umum (Pemilu) harus beralaskan Undang-undang (UU). "Kalaupun ada pengadilan khusus pemilu landasan UU, dan tak mungkin tanpa UU. UU nya sendiri belum ada," kata Ketua Muda Pengawasan MA H M Hatta Ali SH MH, di Jakarta, Jumat (14/1).
Hatta menegaskan bahwa pihaknya tidak bisa menyatakan menerima atau menolak wacana pembentukan pengadilan khusus Pemilu ini. "Pengadilan hanya bersifat pasif, tidak bisa menolak untuk melakukan sidang," katanya.
Dalam pemberitaan sebelumnya anggota KPU I Gusti Putu Artha menyatakan peradilan khusus pilkada dan pemilu sangat dibutuhkan agar kepemimpinan yang dihasilkan dari pilkada benar-benar bersih dan berkualitas sesuai pilihan rakyat. Putu Artha mengatakan sebelum pengadilan khusus ini ada, batas waktu penyelesaian kasus dugaan pidana pilkada saat tahapan pilkada yakni dua pekan perlu dihilangkan.
Pengadilan khusus pilkada ini harus berwenang menunda pilkada demi kepastian hukum. "Sekarang penundaan pilkada kan hanya bisa dilakukan kalau ada kerusuhan," kata Putu Artha, Rabu (12/1).
Anggota KPU ini juga menyatakan bahwa kesepakatan antara Polri, Mahkamah Konstitusi (MK), dan Mahkamah Agung (MA) tentang pembentukan kelompok kerja (pokja) untuk merumuskan langkah-langkah teknis yang akan menjadi acuan bersama dalam penanganan kasus- kasus sengketa hasil pilkada tidak akan efektif saat diterapkan.