REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pertemuan dengan sekitar seratusan tokoh agama di Istana, Senin malam lalu menimbulkan pro dan kontra sekaligus dikritik normatif dan tidak penting. Namun beberapa tokoh masih mengapresiasi pertemuan itu, salah satunya Hasyim Muzadi,
Presiden World Conference of Religion for Peace (WCRP) itu meyatakan pertemuan lintas agama di istana sebagai silahturahim, sangat baik. "Karena tidak ada silahturahim yang tidak baik," ujarnya dalam keterangan pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (19/1)
"Namun bila niatnya untuk menyelesaikan masalah bangsa yang berat-berat maka masih jauh panggang dari Api," imbuh Hasyim. Ia menilai Indonesia sudah terlanjur menjadi negara yang dipenuhi trik-trik, siasat, pengalihan masalah dan rekayasa
Menurut Hasyim, hampir tidak ada masalah kelas berat yang sungguh-sungguh diselesaikan. "Penyelesaikan hanya berkisar di spektrum politik pencitraan," ujarnya. Ia juga menyoroti banyak bermunculan Inpres hanya gara-gara protes para tokoh lintas agama tersebut. "Harus dipantau apakah dijalankan atau tidak."
Ia juga menekankan bukan pertemuan tertutup atau terbuka yang menjadi persoalan. "Terbuka pun bukan jaminan," ujarnya mengacu pada pembahasan kasus Century oleh DPR RI yang dilakukan terbuka selama dua bulan nonstop dan ditayangkan sejumlah stasiun TV.
"Awalnya dimulai dengan semangat 'Marilah kitab buka seterang-terangnya' lalu kini malah berakhir dengan marilah kita tutup segelap-gelapnya dan angota parlemen terlihat mengamini itu" kata Hasyim menyindir anggota dewan.
"Kita lihat pula apakah yang hadir itu pemuka agama atau 'pengurus agama'. Bila pemuka agama tak perlu lagi ketersohoran karena tujuan mereka hanya keluhuran," tegas Hasyim. "Sedangkan 'pengurus perkumpulan agama', isi ranselnya masih beranekarasa," imbuhnya.
Namun, sekali lagi ia menekankan apresiasi harus tetap diberikan terhadap pertemuan di istana , karena tokoh agama berkewajiban menyampaikan. "Hasilnya manis atau pahit, wait and see. Sebaiknya umat saja yang menilai."