REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS - Empat menteri dalam pemerintah persatuan Tunisia mengundurkan diri sehari setelah diangkat. Selasa (18/1) siang, dua menteri baru dan seorang menteri muda serikat buruh utama Tunisia-- pelaku penting dalam protes-protes "Revolusi Melati"-- mengumumkan pengunduran diri mereka setelah serikat buruh itu menolak mengakui pemerintah baru itu.
Menteri kesehatan yang diangkat, pemimpin FDLT Mustapha Ben Jaafar, yang belum dilantik, juga mengatakan ia tidak akan bergabung dengan pemerintah. Ben Jafar adalah satu dari empat pemimpin oposisi yang diangkat menjadi menteri.
Sementara masyarakat terus melakukan protes terhadap kehadiran partai presiden yang digulingkan itu dalam panggung politik.Ribuan orang melakukan protes di seluruh Tunisia menuntut agar partai Persatuan Konstitusional Demokratik (RCD) pimpinan presiden terguling Zine El Abidine Ben Ali, dikeluarkan dari pemerintah.
Salah satu aksi dipimpin tokoh penting Islam, Sadok Chourou, yang dipenjarakan selama 20 tahun dibawah pemerintah lama. "Pemerintah baru tidak mewakili rakyat dan harus mundur," kata Chourou, mantan pemimpin gerakan Ennahdha kepada AFP. Para pemrotes berteriak: "Kita bisa hidup dengan roti dan air saja tetapi tidak dengan RCD.". Menghadapi demonstran, polisi anti huru-hara menembakkan gas air mata di ibu kota Tunis.
Dalam upaya--yang terlihat untuk mencoba bertahan, RCD secara resmi memecat Ben Ali setelah gelombang protes timbul terhadap kekuasan tangan besi presiden selama 23 tahun demikian menurut kantor berita TAP. Ben Ali kemudian melarikan diri ke Arab Saudi, Jumat (14/1) akhir pekan lalu.
Presiden sementara Foued Mebazza dan Perdana Menteri Mohammed Ghannouchi mengeluarkan menteri-menteri RCD, kata TAP, tetapi Ghannouchi dan tujuh menteri lainnya tetap memegang jabatan -jabatan penting termasuk kementerian-kementerian dalam negeri dan pertahanan.
Amerika Serikat menyambut baik reformasi yang diumumkan pemerintah baru itu termasuk kebebasan media dan pembebasan semua tahanan politik. Tetapi AS juga mengatakan perubahan politik di negara Arab itu harus luas dan mendalam.
"Jelas pemerintah harus melakukan tindakan-tindakan untuk memenuhi aspirasi-aspirasi rakyat Tunisia... Pemerintah sementara harus menuju ke arah itu," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Philip Crowley kepada wartawan. "Kami ingin melihat satu proses terbuka, dialog penting antara pemerintah dan kelompok-kelompok penting yang akan memainkan peran pada masa depan Tunisia," tambahnya.
Sementara Sekjen PBB Ban Ki-moon menyerukan Tunisia segera menyelenggarakan pemilu yang "dapat dipercaya" untuk membentuk satu pemerintah yang didukung oleh seluruh rakyat.
"Sekjen PBB itu mengulangi kecemasannya atas kerusuhan yang meningkat di Tunisia dan mendesak dilakukan semua usaha untuk memulihkan perdamaian dan stabilitas," kata juru bicaranya, Martin Nesirky.
Berdasarkan konstitusi, pemilu harus diselenggarakan kurang dari dua bulan. Ghannouchi mengatakan ia dan menteri-menteri lain dari pemerintah terdahulu telah membantu "mempertahankan kepentingan nasional" pada hari-hari kekacauan di negara itu.
"Mereka mempertahankan jabatan-jabatan mereka karena kami memerlukan mereka saat ini," kata Ghannouchi di radio Prancis Europe 1. "Semua mereka bersih," klaimnya
Menteri dalam negeri Ahmed Friaa, Senin mengatakan 78 orang tewas dalam protes-protes dan kerugian di sektor ekonomi mencapai sekitar 2,2 miliar dolar setara dengan sekitar empat persen Produk Kotor Domestik.