REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Para tokoh lintas agama yang tergabung dalam gerakan melawan kebohongan menilai saat ini demoralisasi publik sudah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. "Kami menganggap situasi sekarang sudah serius. Demoralisasi publik mencapai tingkat yang mengkhawatirkan," kata Romo Frans Magnis Suseno dalam jumpa pers di gedung Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) di Jakarta, Kamis.
Dalam jumpa pers tersebut hadir Ahmad Syafii Maarif, Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Romo Frans Magnis Suseno, Shalahuddin Wahid, Mgr Martinus Situmorang dan Pdt Andreas A Yewangoe.
Rohaniawan yang memperjuangkan paham pluralisme dan kebebasan beragama di Indonesia itu mengatakan, pernyataan para tokoh lintas agama mengenai kebohongan publik pada Senin (10/1) hanyalah contoh.
Menurutnya, bola panas saat ini berada di tangan pemerintah. Jika pemerintah tidak menanggapi pernyataan para tokoh lintas agama dengan memperbaiki kinerjanya maka perlu perubahan dan kejujuran yang baru. "Ini semua hanya sebuah titik permulaan dan saya kira, kami tidak akan berhenti dan mungkin akan bicara lebih keras," katanya.
Lebih lanjut Romo Magnis mengatakan, gerakan para tokoh lintas agama semua sama sekali tidak ada kaitan dengan gerakan pemakzulan. "Bukan itu tugas kami. Kami hanya mau mengajukan situasi yang sekarang mengkhawatirkan ini," ujarnya.
Mgr Martinus Situmorang menyatakan, pertemuan dengan Presiden pada Senin (17/1) lalu suatu berkat yang menggugah kesadaran bahwa paling tidak ada pandangan yang berbeda terhadap kondisi bangsa.
Yang terpenting, pandangan itu datang dari orang-orang yang tidak ada interes apapun baik dari segi politik atau ekonomi selain kemajuan, keluhuran dan kehormatan bangsa. "Kalau ada orang yang mau menumpang gerakan ini mereka harus kecewa karena ini murni demi kebaikan dan kemajuan bangsa," kata Mgr Martinus.
Sementara itu Pdt Andreas A Yewangoe mengharapkan pemerintah dapat menangkap spirit dari apa yang disampaikan tokoh-tokoh agama. "Kalau misalnya tokoh-tokoh agama menyatakan ini ada pengingkaran, spiritnya yang harus diambil jangan hanya dijawab hanya dengan data-data. Jika memang ada kemajuan ekonomi tapi apakah betul-betul dirasakan masyarakat," ungkapnya.
Jika kemajuan tersebut tidak dirasakan masyarakat berarti ada permasalahan dengan keadilan yang berarti bisa menyenthk inti dari konstitusi. Di samping itu, para tokoh agama hanya ingin memperlihatkan wajah kemanusiaan.
Menurutnya, wajah kemanusiaan lebih dari sekedar angka statistik. "Kalau masih ada orang makan tiwul, banyak yang bunuh diri ini tidak bisa dianggap sepele bukan hanya satu dua orang tapi mereka tetap berharga," ujarnya.