REPUBLIKA.CO.ID, PURBALINGGA - Anggota Dewan Pakar Pusat Penelitian Gender, Anak dan Pelayanan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Tri Wuryaningsih mengatakan polisi harus hati-hati dalam melakukan pemeriksaan dan penindakan terhadap kasus pencabulan anak di bawah umur.
"Memang korban maupun keluarga korban harus diperhatikan hak hukumnya. Namun para pelaku, juga harus mendapat perhatian khusus karena mereka sebenarnya juga 'korban' dari tayangan-tayangan pornografi yang kini banyak menerobos kehidupan keluarga di Tanah Air," jelasnya, Ahad (23/1).
Sebelumnya, lima anak yang masih sekolah di tingkat sekolah dasar (SD) diduga telah mencabuli seorang anak perempuan yang masih sekolah TK. Kelima anak SD yang diduga telah melakukan pencabulan tersebut, terdiri dari Er (9), Je (9), Ar (8), Im (9), dan En (9). Seluruhnya warga Desa Kebutuh, Kecamatan Bukateja Kabupaten Purbalingga. Korbannya adalah K, anak TK yang masih berusia 5 tahun.
Ia yakin, kalau apa yang dilakukan oleh anak-anak SD yang menjadi pelaku dugaan tindakan asusila tersebut hanya meniru. "Sekarang ini kan sangat gampang melihat adegan-adegan orang dewasa, baik melalui televisi, internet, handphone (HP) dan lainnya. Jadi mereka itu sebenarnya juga korban," katanya.
Meski demikian, memang para pelaku harus dikenakan hukuman, tentu sesuai dengan peraturan yang berlaku. Misalnya, dengan dikembalikan pada orang tua untuk dibina. Pembinaan juga dapat dilakukan dengan memasukkan anak-anak tersebut ke panti rehabilitasi mental, untuk mengembalikan mental mereka sebagai anak-anak.
Sedangkan anak yang menjadi korban, juga harus mendapatkan pendampingan dari psikolog, agar mereka tidak mengalami trauma sepanjang hidup mereka. "Untuk menangani kasus seperti ini memang membutuhkan pendekatan dan pendampingan secara serius," jelasnya.