REPUBLIKA.CO.ID, MANILA--Seorang penyiar radio vokal di Filipina ditembak mati, Senin (24/1) kata Polisi setempat. Insiden itu merupakan pembunuhan jurnalis terkini dalam salah satu negara-negara paling berbahaya di dunia untuk media.
Sang korban, Gerardo Ortega, yang memandu siaran radio harian di Pulau Palawan, ditembak di kepala ketika berbelanja di toko pakaian usai menyelesaikan siaran terbarunya, demikian menurut polisi lokal.
Polisi berhasil menangkap pelaku dengan cepat. Namun motif pembunuhan masih belum diketahui, demikian ujar kepala polisi Robert Dagala.
Kita mash belum bisa mengungkap, apakah pembunuhan ini terkait profesinya sebagai komentator di radio. Pembunuh memiliki kaki tangan yang juga tengah diburu," ujar Dagala.
Jurnalis kerap ditarget di Filipina oleh orang-orang kuat yang ingin membungkam mereka. Persatuan Jurnalis Filipina (NUJP) mengatakan 142 wartawn telah dibunuh sejak tergulingnya diktator Ferdninand Marcos dan pemulihan demokrasi pada 1986.
Grup hak asasi manusia dan media menyatakan wartawan menghadapi skala bahaya tinggi karena budaya 'kebebasan dari hukuman' di mana orang-orang kuat meyakini mereka tidak tersentuh hukum. Keyakinan itu dikombinasi dengan kepemilikan mereka dengan berbagai senjata api dan amunisi.
NUJP mengggambarkan mendiang Ortega sebagai tokoh yang ulet dan setia mengkritik politisi lokal berkuasa dan operasi penambangan di Palawan. Hanya saja, dalam pernyataan, tidak disebutkan apakah organisasi it mengetahui motif langsung apa pun yang melatari pembunuhan Ortega.
Ortega adalah wartawan ke-2 yang dibunuh sejak Presiden Benigno Aquino memasuki kantor kepresidenan tahun lalu. Aquino sempat berkata ia ingin membuat Filipina menjadi negara yang lebih aman bagi wartawan.