Jumat 28 Jan 2011 09:15 WIB
Trending News

Perih Rasanya Kalau Melihat Gaji Pejabat Naik

Rep: EH Ismail/Yulianingsih/Erik PP/ Red: Johar Arif
PNS, ilustrasi
PNS, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-Kritik itu tak bisa lagi dibendung, mengalir begitu saja dari dalam dirinya. Walau ia seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS), tak ada keraguan untuk mempertanyakan rencana kenaikan gaji 8.000 pejabat di seluruh Indonesia yang rencananya dilakukan tahun ini dan diawali dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Karena, bagi Jasni Evawati, kenaikan gaji para petinggi itu tidaklah etis dilakukan di tengah kondisi masyarakat yang masih dipenuhi keprihatinan akibat kian beratnya menanggung beban kehidupan. Jika ribuan pejabat itu benar-benar menikmati kenaikan gaji, diibaratkannya, itu seperti menyiram air garam ke atas luka yang tergores. ''Perih rasanya,'' ujar Kepala SMAN 3 Depok, Jawa Barat, geregetan mengomentari rencana kenaikan gaji pejabat, kepada Republika, Kamis (27/1).

Jelas, Jasni sangat tidak menyetujui rencana kenaikan gaji yang diungkapkan oleh Menteri Keuangan Agus DW Martowardojo beberapa hari lalu ini. Alasan bahwa Presiden tak pernah mengecap kenaikan gaji sejak tujuh tahun terakhir tetap tak bisa diterima akal sehatnya. Dia sudah mengetahui dari media massa bahwa gaji para pejabat itu, khususnya Presiden, mencapai puluhan juta rupiah. Nilai rupiah yang bagi dirinya sangat tinggi dan jauh melebihi gaji bulanan yang bisa dikantonginya.

Belum lagi ditambah berbagai macam tunjangan dan fasilitas wah yang selalu menyertai Presiden. ''Jangan dululah presiden naik gaji, kondisi ekonomi masyarakat kita kan masih memprihatinkan,'' imbuh Jasni. ''Kalau untuk urusan yang satu ini (naik gaji), pemimpin harus paling belakangan.''

Jasni tak tahu apa alasan yang dipakai para petinggi negeri sehingga seakan begitu ngebet kenaikan gaji. Dalam benaknya, dia membayangkan para pemimpin mestinya bisa menjadi contoh dan tauladan bagi rakyatnya.

Dikatakannya, penghasilan tinggi sebagai pejabat negara hendaknya disyukuri karena itu jauh lebih baik bila dibandingkan dengan profesi guru seperti dirinya atau pekerjaan lainnya yang lebih rendah pendapatannya. Seakan ingin menasihati, dia mengatakan, seberapa pun besarnya gaji yang diterima, tak akan bernilai cukup manakala tidak disertai rasa syukur kepada Sang Pemberi Rejeki.

''Kalau terus berpikiran kurang, ya memang nggak akan pernah cukup. Mau ditambah berapa juta pun pasti terasa kurang kalau nggak mampu bersyukur,'' kata Jasni.

Selain tak etis, kenaikan gaji pejabat itu juga dianggap kurang tepat waktunya. Pujo Widodo, Kepala Bagian Umum Pemerintah Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), heran kok bisa rencana itu dibuat di saat negeri ini banyak didera bencana. ''Jangankan mikir gaji naik, harusnya setingkat presiden justru memikirkan kondisi rakyatnya yang tengah dilanda banyak bencana. Saya saja tidak pernah memikirkan gaji naik,'' sindirnya.

Sebagai PNS level menengah dengan penghasilan (take home pay) sekitar Rp 4,5 juta per bulan, Pujo paham betul isi perut pendapatan para pejabat. Pejabat semisal presiden dan menteri, dikatakannya, memiliki tunjangan yang cukup tinggi sehingga belum waktunya diberi kenaikan gaji.

Becermin dari pengalamannya pula, Pujo mengatakan, kenaikan gaji pejabat biasanya bakal mendorong kenaikan ongkos-ongkos lainnya. ''Kalau presiden dan pejabat gajinya naik, otomatis semuanya jadi pingin naik. Nah, terus masyarakat bagaimana kalau dana negara banyak tersedot untuk kenaikan gaji pejabat?'' tanya abdi negara yang telah bekerja selama 25 tahun ini.

Namun, tak semua PNS menolak mentah-mentah rencana kenaikan gaji para pejabat. Hakim, salah seorang petinggi di Sekretariat DPRD Kota Surabaya, Jawa Timur, bisa menerima kebijakan tersebut. Kendati hati nuraninya kurang setuju dengan alasan ketidakadilan dan momennya yang kurang tepat lantaran masih banyak rakyat yang hidupnya susah, dia berharap kenaikan gaji itu kelak bisa merembet ke jajaran menengah dan bawah PNS.

Dengan begitu, otomatis setiap PNS akan ikut menikmati kenaikan gaji bersama-sama. ''Secara pribadi saya tak ada masalah, sebab jika dinaikkan maka saya akan diuntungkan juga,'' ujarnya.

Hakim sebenarnya merasa cukup dengan penghasilannya saat ini karena istrinya pun bekerja sehingga ikut menopang ekonomi keluarga. Sementara, anaknya baru satu sehingga beban pengeluaran belum terlalu besar. Karena itu pula seandainya rencana kenaikan gaji pejabat itu dibatalkan, dia pun tak akan dirugikan. ''Hidup saya sudah cukup. Tapi jika dilihat dengan benar, jelas rakyat kecil tak akan mendapat manfaat apa-apa dari rencana kenaikan gaji pejabat,'' sergahnya.

Ada pula PNS yang tak mau ambil pusing dengan rencana kenaikan gaji para pejabat karena merasa tak mau menggerecoki kebijakan pemerintah. ''Itu urusan pemerintah pusat,'' kata Kepala Bagian Hukum Pemkot Surabaya Suharto Wardoyo.

Sedangkan Fajar, PNS golongan II di DPRD Provinsi DIY, memberi syarat jika gaji pejabat negara mau dinaikkan. PNS yang sudah berbakti selama 12 tahun ini meminta agar kinerja para pejabat ditingkatkan dulu.

Selain itu, gaji PNS di level bawah dan menengah juga ikut dinaikkan dengan prosentase yang lebih besar dibandingkan pejabat atau PNS di level eselon agar kesenjangan penghasilan bisa dipersempit. ''Kalau golongan II prosentase kenaikannya sama dengan pejabat eselon, ya tetap saja, yang tinggi tetap tinggi yang rendah juga tetap rendah,'' tuturnya.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement