REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengamat Politik Universitas Indonesia, Arbi Sanit, mengatakan penggunaan hak angket untuk mengungkap mafia pajak kental dengan pemerasan politik. "Itu (hak angket) mengulang kembali pemerasan politik seperti dalam kasus Century," katanya di Jakarta, Jumat 928/1).
Hak angket Century menurut dia, digelar supaya Sri Mulyani yang ingin membongkar persoalan pajak Bakrie dikeluarkan. "Akhirnya dia (Aburizal Bakrie) menang," kata Arbi lagi.
Menurut dia, pengawasan oleh DPR terkait masalah mafia pajak seharusnya dilakukan melalui pembentukan panitia kerja (Panja). Sebab, pengungkapan melalui hak angket justru telah menggeser peran pengawasan menjadi peran politik.
"Pansus hak angket lebih politis dari panja karena terbuka politisasi disana," kata Abri. Ia menilai kontrol terhadap pemerintah bisa berbuah ke arah pemakzulan, "Bisa bergeser dari kontrol ke politik. Unsur politis lebih besar, keputusannya menjadi bias, karena toh juga hanya untuk memeras," katanya.
Selain itu, menurut dia, pembentukan pansus hak angket hanya akan membuat anggaran bertambah dan juga menghabiskan waktu dan energi. "Itu juga menyita kerjaan DPR membuat legislasi," katanya.
Ia juga menyatakan, hak angket di DPR hanya akan mengaburkan keinginan untuk membuka masalah pajak perusahaan-perusahan milik tokoh Golkar. "Motifnya melindungi tuduhan kepada tokoh Golkar, bagaimana membalas tuduhan itu. Golkar sedang menekan pemerintah supaya menghentikan pengusutan pada pemberi suap, itu permainannya," katanya.
Seperti diberitakan, Partai Golkar dan PDIP sepakat untuk mengusulkan hak angket terkait mafia pajak. Sebelumnya sekitar 30 anggota DPR mengajukan usulan hak angket. Namun kemudian tujuh anggota DPR fraksi demokrat mengundurkan diri.
Sementara itu, KPK kini mulai menyelidiki aliran dana dari Gayus ke pihak lain maupun dari pihak lain ke Gayus. KPK juga akan menyelidiki perusahaan-perusahaan yang ditangani Gayus.
Dikabarkan dari sekitar 149 perusahaan yang ditangani Gayus, terdapat perusahaan milik Aburizal Bakrie. Gayus HP Tambunan merupakan pegawai pajak Golongan III A yang diperkirakan memiliki harta sebesar Rp200 miliar hasil penggelapan pajak.