REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO - Tak ada rotan, akarpun jadi. Begitu kira-kira prinsip Al Jazeera. Tekadnya, penutupan kantornya di Mesir tak akan berpengaruh pada kualitas berita yang meraka sajikan.
Media ini meminta beberapa blogger Mesir yang selama ini dikenal vokal untuk mengirim posting blog, video, atau live streaming untuk memperluas liputan aksi massa di lebih banyak kota di Mesir. "Kami mengandalkan laporan dari Anda semua," demikian imbauan mereka.
Al Jazeera menjadi sasaran penguasa Mesir. Mereka menutup kantor media itu setelah menyebut liputan-liputan mereka terkesan lebih membela pengunjuk rasa dan dapat mendorong kerusuhan lebih lanjut.
"Menteri Informasi memerintahkan ... penundaan operasi Al Jazeera, membatalkan lisensi, dan menarik akreditasi kepada seluruh staf pada hari ini," kata sebuah pernyataan di kantor berita resmi, Mena.
Jaringan media ini sudah sering bertentangan dengan otoritas di Timur Tengah. Sebelumnya mereka menghadapi larangan atau pembatasan di negara-negara seperti Arab Saudi dan Irak.
Blogging dan situs jejaring sosial telah memainkan peran sentral dalam pergolakan Mesir saat ini. Para aktivis mengatur unjuk rasa dan menggalang kekuatan melalui situs jejaring sosial ini.