Rabu 02 Feb 2011 18:11 WIB

Penyebutan Sultan Sebagai Gubernur Utama Tuai Sejumlah Kritik

Rep: Yogie Respati/ Red: Siwi Tri Puji B
Keraton Yogyakarta
Keraton Yogyakarta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Penyebutan Sultan dan Paku Alam sebagai gubernur utama dan wakil gubernur utama seperti yang diusulkan pemerintah dalam rancangan undang-undang keistimewaan (RUUK) menuai sejumlah kritik fraksi Komisi II DPR dan DPD.

Juru bicara Partai Kebangkitan Bangsa, Ida Fauziyah, mengatakan memperjelas posisi sultan sebagai gubernur utama patut diapresiasi sebagai usulan kreatif. “Tapi ini juga perlu dikaji lebih mendalam terkait konstruksi tata negara,” kata Ida dalam rapat pandangan fraksi Komisi II DPR terhadap RUUK DIY di Gedung DPR, Rabu (2/2) .

Sementara, jubir partai Golongan Karya, Nurokhmah Ahmad Hidayat, mengatakan penyebutan gubernur utama perlu dikaji lebih lanjut apakah sebutan itu merupakan formulasi terbaik bagi Yogyakarta. Di sisi lain, tambahnya, mengenai penggunaan kearifan lokal DIY pun perlu terus dilestarikan.

Pandangan berbeda disampaikan jubir PPP, Nu’man Abdul Hakim yang memaparkan bahwa gubernur utama atau gubernur yang dipilih DPRD belum mencerminkan keistimewaan DIY. Sementara, jubir Hanura, Akbar Faisal, mengatakan definisi gubernur utama terkesan dibuat-buat. “Tidak ada efektifitasnya dan terkesan dibuat-buat,” kata Akbar.

Satu-satunya dukungan penuh mengenai gubernur utama datang dari fraksi Partai Demokrat. Jubir Partai Demokrat, Djufri, mengatakan fraksinya menyetujui Sri Sultan dan Pakualam bertahta sebagai gubernur utama. “Fraksi partai Demokrat berharap RUUK dapat mengakomodasi DIY secara tegas dan jelas. RUUK DIY sudah tepat seperti di Inggris dan Jepang yang menerapkan monarki konstitusinal,” ujar Djufri.

Sementara, Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah, Dani Anwar mengatakan pemerintah tampak masih ragu-ragu terhadap substansi RUU yang sudah diajukan ke DPR. Hal itu, tambahnya, terlihat bahwa dalam keterangannya pemerintah masih menyebutkan ‘Gubernur dan wakil gubernur utama atau sebutan lainnya yang lebih tepat’.

“Keraguan ini tidak boleh terjadi karena hanya akan menimbulkan persangkaan negative bahwa tidak ada keseriusan atau kajian mendalam tentang hal yang diragukan tersebut dan terkesan pemerintah main-main dengan RUU yang diajukan,” papar Dani.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement