REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Politisi senior Partai Golkar, Fahmi Idris, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi segera menetapkan tersangka pemberi cek perjalanan dalam pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia Miranda S Goeltom.
"Dalam kasus Miranda ini, sebenarnya ada beberapa keanehan dan kejanggalan. Apa pun pasal yang dikenakan kalau kasusnya suap, maka si penyuap dan penerima suap harus diberlakukan sama," katanya di Jakarta, Jumat (4/2).
Ia menilai ada diskriminasi dalam kasus tersbut karena KPK hanya menahan penerima suap, sedangkan pemberi suap tidak ditahan. "Ini kan sesuatu yang aneh. Makanya segera tetapkan tersangka bagi pemberi suap," imbuhnya.
Fahmi sebelumnya mendatangi kantor KPK untuk mendesak KPK segera memberlakukan tindakan hukum yang sama, baik kepada penerima maupun pemberi suap. Ia mendesak KPK bersikap adil dan profesional dengan segera menetapkan status tersangka bagi pemberi suap.
Menurut Fahmi, selama ini KPK selalu beranggapan kesulitan mencari alat bukti. Kalau benar KPK kesulitan mencari alat bukti, dirinya siap membantu KPK.
"Seharusnya, berdasarkan perkara yang terjadi, Miranda harus dijadikan tersangka. Kalau yang lain sudah ditetapkan sebagai tersangka, kenapa KPK tak berani menetapkan Miranda sebagai tersangka," ujar Fahmi. "Begitu juga dengan saksi kunci lainnya seperti Nunun Nurbaeti seharusnya mudah ditemukan KPK, apalagi yang bersangkutan sedang berada di luar negeri untuk berobat," katanya.
Fahmi menambahkan, KPK dengan kewenangannya dapat meminta bantuan interpol untuk mencari di mana Nunun berada. "Kita juga punya bukti kalau sebenarnya (Nunun) tidak sakit."
Sdangkan utuk Miranda, Fahmi mempertanyakan mengapa alasan selalu tidak ada bukti atau tidak ada bukti hukum untuk memperlakukan Miranda sebagai tersangka. "Semua ini kan memang aneh sekali," ujar mantan menteri perindustrian tersebut.