Kamis 10 Feb 2011 09:55 WIB
Trending News

Cinta Zafaan-Ola di Lapangan Tahrir

Rep: Abdullah Sammy/ Red: Johar Arif
Pasangan Ahmad Zafaan dan Ola Abdel Hamid menikah di Lapangan Tahrir
Foto: Al Arabiya
Pasangan Ahmad Zafaan dan Ola Abdel Hamid menikah di Lapangan Tahrir

REPUBLIKA.CO.ID,KAIRO-Perubahan tidak bisa menunggu. Jangan lewatkan waktu, begitu yang diungkapkan grup Disko R&B asal kota Bologna, Change, dalam sebuah lagu klasik berjudul Don’t Wait Until Night. Hal tersebut disadari betul oleh Ahmad Zaafan (29 tahun), warga Kairo, Mesir.

Pria ini mengaku resah akan kondisi negaranya. Sepanjang lahir ke muka bumi sampai kini menjadi seorang psikolog, hanya sosok Husni Mubarak-lah yang jadi afiliasi Zafaan akan kekuasaan. Saat Negara lain merasakan transisi demokrasi, Zaafan hanya bisa mendengarkan sumpah jabatan Mubarak tiap lima tahun sekali.

Dengan segala kondisi itu, Zaafan tidak bisa menunggu lagi. Gelora perubahan terlalu besar untuk dia bendung. Alhasil, ruang perawatan dia tinggalkan untuk menuju barak kesehatan sukarela di tengah Lapangan Tahrir, Kairo.

Dia bergabung bersama massa anti-Mubarak di bawah bendera LSM Kreasi Masa Depan yang didirikan oleh salah satu penceramah top Mesir, Dr Amr Khaled, dan larut bersama jutaan manusia yang menuntut terjadinya perubahan di negeri mereka. Di tengah gelora untuk mengubah status pemerintah, Zafaan menyimpan hasrat untuk melakukan perubahan status pribadi. Seorang perempuan bernama Ola Abdel Hamid (22 tahun) jadi alasan utama. Benih-benih cinta terhadap Ola tumbuh di hati Zaafan, di tengah gelora kebencian terhadap Mubarak.

Gayung pun bersambut, Ola menerima cinta Zaafan. Ola yang merupakan sarjana ilmu komputer adalah sesama aktivis di LSM Kreasi Masa Depan. Namun, waktu terus berputar bagi Zafaan dan Ola. Mereka tahu segala sesuatu bisa terjadi dalam hitungan hari di Tahrir.

Bila tuntutan perubahan politik masih bisa menunggu waktu, cinta mereka tak sebegitu sabarnya. Mereka menikah di tengah Lapangan Tahrir, pusat kekuatan utama para demonstran anti-Mubarak yang masih diisolasi pasukan keamanan Mesir.

Keduanya tidak peduli dengan tank dan tentara yang mengepung Tahrir. ''Saya sangat senang dengan ide menikah di lapangan suci ini dengan disaksikan oleh para pembangkit negara kami,'' kata Ola dalam tayangan CBS News, Senin (7/2).

Dengan setelan jas dan celana hitam, Zafaan melangkah gagah menembus kerumunan. Di genggaman tangannya ada Ola yang memakai gaun pengantin putih dengan penutup kepala. Keduanya melangkah bersama tepukan massa. Bunga-bunga disebarkan ke seluruh pengunjuk rasa usai seorang ulama meresmikan ikatan keduanya.

Seorang aktivis demonstran berujar,''Pasangan ini telah memilih untuk menikah di depan jutaan warga Mesir yang sedang berjuang untuk kebebasan. Semoga Tuhan memberkati pernikahan kalian,''

Tahrir yang sempat menjadi tempat pertumpahan darah dan emosi antara massa demonstran pro perubahan dengan massa pro Mubarak untuk sementara berubah jadi arena suka cita. Karena, pesta yang sesungguhnya yaitu transisi demokrasi belum terlaksana.

Zaafan dan Ola memiliki alasan khusus menjadikan Tahrir sebagai tempat mengabadikan hubungan cinta mereka. Menurut Ola, Tahrir adalah tempat yang selalu menghadirkan kesenangan bagi bangsanya. Perayaan kemerdekaan hingga proses kejatuhan pemerintah berawal dari teriakan massa di Tahrir yang namanya dalam bahasa Arab berarti pembebasan.

Pembebasan dari Rezim Mubarak ini pula yang diinginkan kedua sejoli. ''Kalau kami mengadakan acara di gedung, akan menjadi hal yang sia-sia. Undangan yang datang akan terbatas karena kondisi kemanan. Lebih baik kami merayakan di sini (Lapangan Tahrir) bersama ratusan ribu massa,''

Sebuah foto pun menjadi pengabadi momen sejarah Zaafan dan Ola. Foto pernikahan unik yang jarang dimiliki pasangan di belahan dunia mana pun. Foto di mana kedua mempelai berdiri di depan kendaraan lapis baja. Gambar yang akan jadi abadi di rumah cinta Zaafan dan Ola.

Namun, pernikahan itu kurang lengkap karena sanak keluarga kedua mempelai tak bisa hadir. Kondisi keamanan masih kurang kondusif serta adanya blokade pasukan keamanan Mesir terhadap para demonstran di Tahrir membuat hal itu sulit terlaksana.

''Yang disesalkan adalah tidak hadirnya orang tua karena kondisi yang memang tidak memungkinkan. Walau begitu 300 ribu masyarakat Mesir dan juga masyarakat Timur Tengah menjadi saksi dari penikahan kami,'' ujar Zaafan bangga.

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement