REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA - Aliansi Masyarakat Anti-Korupsi (AMAK) mengecam penyediaan ruang privasi anggota DPRD Provinsi Jawa Timur yang menelan biaya Rp 6 miliar.
"Apakah mereka tidak melihat bangsanya banyak yang menderita. Seharusnya mereka tidak terlalu banyak meminta fasilitas yang berlebih, namun kinerjanya amburadul. Kalau mereka beralasan di gedung DPR ada fasilitas ruang kerja, mengapa tidak jadi anggota DPR saja?" kata Koordinator AMAK, I Wayan Titib Sulaksana, di Surabaya, Jumat (11/2).
I Wayan menilai anggota DPRD tidak memiliki kepekaan sosial di tengah masyarakat yang dilanda kemiskinan dan kelaparan. Mereka minta dimanja dengan berbagai fasilitas mewah. Apalagi, pembangunan ruang kerja itu tidak mendesak dan biayanya menggunakan uang rakyat.
Dalih ruang kerja bisa meningkatkan kinerja, menurut Wayan, sangat tidak logis karena memang tidak ada relevansinya. "Seharusnya anggota Dewan berbaur dengan masyarakat daripada duduk di belakang meja. Anggota Dewan itu dibayar untuk melayani masyarakat, bukan sebaliknya," kata staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu.
Pembangunan ruang kerja anggota DPRD Jawa Timur senilai Rp 6 miliar tersebut sedang dalam proses lelang. Ketua DPRD Jatim, Imam Sunardhi, menilai biaya sebesar Rp 6 miliar itu kecil untuk meningkatkan kinerja anggota Dewan. "Pembangunan ruang kerja bagi masing-masing anggota Dewan banyak manfaatnya. Makanya, jika anggaran pembangunannya menelan Rp 6 miliar, saya pikir masih kecil dibandingkan dengan manfaat yang akan dirasakan nanti," katanya.
Dengan adanya ruang privasi itu, anggota Dewan tidak perlu berdesak-desakan di ruang fraksi. "Saya sedih sekali ketika berada di ruang fraksi karena tidak ada ruang kerja sendiri-sendiri. Mereka 'tumplek-blek' di ruang fraksi seperti ikan pindang. Akibatnya selain berdesak-desakan, ruangan menjadi panas," kata politikus dari Partai Demokrat itu. Kondisi itu membuat anggota Dewan tidak bisa bekerja secara maksimal karena tidak bisa konsentrasi penuh.