REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO - Hosni Mubarak telah mengundurkan diri sebagai presiden Mesir dan mengalihkan kekuasaannya kepada Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata.
Jenderal Omar Suleiman, wakil presiden dan mantan kepala intelijen, merupakan salah satu pensiunan perwira militer yang turut duduk dalam dewan itu.
Lainnya termasuk Marsekal Udara Mohammed Hussein Tantawi, menteri pertahanan; Letnan Jenderal Sami Anan, kepala staf angkatan bersenjata Mesir; Marsekal Ahmed Shafiq, menteri penerbangan sipil.
Pengambilalihan oleh militer sebetulnya sudah bisa dibaca sebelumnya. Dalam sebuah rapat tertutup dewan ini, baik Suleiman maupun Mubarak selaku panglima tertinggi angkatan bersenjata tak diundang hadir (lihat Militer "Kudeta" Mubarak?).
Siapa sosok yang berada di balik Dewan itu? Ini dia mereka:
Hussein Tantawi
Marsekal Tantawi menjadi menteri pertahanan dan komandan-in-chief Angkatan Bersenjata Mesir pada tahun 1991. Dengan demikian, ia menjadi yang pertama Mesir dengan pangkat Field Marshal setelah 1989.
Beberapa laporan menunjukkan bahwa Tantawi telah dilihat sebagai lawan yang mungkin bagi presiden Mesir.
Selama protes Mesir, Tantawi dipromosikan menjadi Wakil Perdana Menteri, namun ia tetap mempertahankan portofolio pertahanan.
Tantawi terkenal menjadi petinggi militer pertama yang mengunjungi Tahrir Square pada tanggal 4 Februari. Hal ini dibaca sebagai "ingin mengambil hati demonstran".
Mahmoud Reda Hafez Mohamed
Marsekal Mahmoud Reda Hafez Mohamed adalah epala angkatan udara, menjadi komandan Eastern Air Zonedan kemudian Southern Air Zone pada tahun 2005.
Pada tanggal 1 Juli 2007 ia menjadi Kepala Departemen Operasi dan menjelang akhir tahun ia diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Udara.
Dalam waktu tiga bulan ia menggantikan Magdy Galal Sharawi sebagai kepala angkatan udara, pada tanggal 20 Maret 2008.
Sami Hafez Anan
Letnan Jenderal Sami Anan adalah komandan pasukan 468 ribu personel, dan dipandang memiliki peran penting dalam mengkoordinasikan pengaturan interim untuk pemerintah di Mesir.
Anan tengah berada di Washington saat pemberontakan dimulai. Dia harus memotong kunjungannya dan kembali. Disebut-sebut, Amerika Serikat mendorong Anan untuk mengambil peran mediasi, meskipun berspekulasi bahwa ia terlalu dekat dengan Mubarak untuk mempertahankan peran apa pun dalam pemerintahan baru.