Ahad 13 Feb 2011 06:25 WIB

Ikhwanul Muslimin Tak Akan Jadi Parpol

Ikhwanul Muslimin
Foto: .
Ikhwanul Muslimin

REPUBLIKA.CO.ID,KAIRO - Mursyid Aam atau pemimpin tertinggi Ikhwanul Muslimin, Mohamed Badie, menyatakan organisasi yang dipimpinnya tidak akan menjadi partai politik. Ikhwanul Muslimin tetap sebagai organisasi massa dengan misi utama dakwah Islamiyah.

"Sesuai khittah, Ikhwanul Muslimin tidak akan menjadi partai politik (parpol), tapi anggotanya memiliki hak untuk membentuk parpol atau bergabung dengan parpol yang ada," tegas Mohamed Badie.

Ikhwanul Muslimin merupakan oposisi utama yang menggerakkan revolusi penumbangan Presiden Hosni Mubarak.

Menurut Badie, Ikhwanul Muslimin akan terus mengawal keinginan rakyat untuk menjadikan Mesir sebagai negara demokrasi sebagaimana diamanatkan Revolusi Jumat. Ikhwanul Muslim di era Mubarak dimasukkan dalam daftar organisasi terlarang bersama dengan kelompok garis keras "Jamaah Islamiyah".

Meskipun menjadi organisasi terlarang, tapi anggotanya dapat mengikuti pemilihan parlemen lewat partai politik atau jalur independen. Pada pemilihan parlemen 2005, para anggota Ikhwanul Muslimin menempati urutan kedua terbanyak setelah Partai Demokrat Nasional (NDP) yang merupakan partai berkuasa pimpinan Presiden Mubarak.

Namun, dalam pemilihan parlemen pada November 2010 lalu, Ikhwanul Muslimin hanya memperoleh dua kursi.

Ikhwanul Muslimin memboikot pemilu putaran kedua setelah pada putaran pertama tidak memperoleh satu pun kursi dengan menuduh NDP melakukan kecurangan masif.

Lebih dari 1.000 anggota Ikhwanul Muslim ditangkap saat kampanye pemilu parlemen tersebut di ibu kota Kairo dan di sejumlah provinsi. Bentrokan hebat antara pendukung Ikhwanul Muslim terjadi di Iskandariyah dan Asiut dalam kampanye itu yang menewaskan sedikitnya enam orang dan melukai puluhan orang lainnya.

Israel dan negara-negara Barat terutama Amerika Serikat mencemaskan kehadiran Ikhwanul Muslimin bila nanti organisasi memenangkan pemilihan yang sedang dipersiapkan. Kecemasan itu bertumpu pada dugaan bahwa Ikhwanul Muslimin akan mengubah Mesir menjadi negara konservatif seperti Iran dan membatalkan Perjanjian Perdamaian antara Mesir-Israel yang ditandatangani di Camp David pada 1979.

Ikhwanul Muslimin didirikan oleh Syeikh Hassan Al Banna pada 1928 sebagai organisasi dakwah. Namun dalam perjalanannya, Ikhwanul Muslimin selalu menjadi musuh rezim sejak pemerintahan monarki Raja Farouk hingga Presiden Gamal Abdel Nasser, Presiden Sadat dan Presiden Mubarak.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement