REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Badrodin Haiti membantah adanya keterkaitan antara insiden penyerangan Pondok Pesantren Yapi (Yayasan Pesantren Islam) di Pasuruan (15/2) dengan anarkisme di Pandeglang, Banten (6/2) dan Temanggung, Jateng (8/2). Tadi siang, ia menguraikan kronologis insiden itu yakni berawal dari pengajian di pesantren asuhan Habib Lutfi di Singosari, Malang yang diikuti jamaah dari Ppandaan, Bangil, Pasuruan, dan sebagainya.
"Pengajian yang bermula dari pukul 07.00 WIB itu menghadirkan penceramah Habib Muhdor dari Tanggul, Jember, hingga berakhir sekitar pukul 13.00 WIB, lalu jamaah pun pulang dengan mengenarai sepeda motor secara beramai-ramai," katanya.
Kepulangan jamaah yang disebut Jamaah Aswaja itu melewati Pandaan, Bangil, dan juga di depan Pesantren Yapi, lalu sebagaian anggota jamaah itu berhenti dan mengolok-olok para santri Yapi.
"Olok-olokan bernuansa agama itu dibalas, kemudian anggota Jamaah Aswaja melakukan pelemparan dan dibalas, sehingga mereka pun melakukan penyerangan ke dalam pesantren itu. Serangan itu dibalas santri dalam jumlah banyak, sehingga terjadi saling serang dan akhirnya jatuh korban luka," katanya.
Hingga kini, katanya, ada tujuh korban luka yakni empat santri Yapi, dua karyawan Yapi, dan seorang korban luka dari Jamaah Aswaja (penyerang). "Penyerangan itu merusak pos satpam dan ruang terima tamu, tapi penyerangan tidak direncanakan atau dipersiapkan sebelumnya, karena kami menemukan batu bata yang digunakan melempar itu sama dengan batu bata yang ada di pesantren itu," katanya.
Ia menambahkan petugas pun menangkap tiga pelaku, namun hanya dua pelaku yang sudah diperiksa, sedangkan seorang pelaku belum diperiksa, karena masih sakit dan dirawat di rumah sakit.
"Saya sudah menginterogasi pelaku, apa yang mendorong gerakan penyerangan itu, atau ada perencanaan, ternyata tidak ada perencanaan. Itu spontanitas mirip suporter 'bonek' (bondho nekat). Saya sempat tanyakan motifnya, ternyata mereka hanya terpancing, karena emosi," katanya.