REPUBLIKA.CO.ID, TEMANGGUNG-- Polisi harus mampu mengungkap misteri di balik Antonius Richmond Bawengan (50), terhukum kasus penodaan agama untuk menghindari konflik lanjutan bernuansa SARA, kata anggota Komisi Antarumat Beragama, Majelis Ulama Indonesia, Ahmad Ridho
"Gerakan serapi Bawengan saya yakin tidak berdiri sendiri, ada aktor lain yang mengaturnya. Saya tidak tahu apakah Bawengan sebagai pelaku utama atau hanya umpan. Di belakangnya ada jaringan besar yang mencoba memojokkan umat Islam," kata dia.
Menurut dia, untuk mengusut jaringan Bawengan, bukan perkara mudah, karena merupakan jaringan terstruktur rapi. Ia mengatakan, upaya mengkaji jaringan di balik Bawengan membutuhkan tim intelejen yang kuat.
"Bagaimanapun yang harus dilihat pertama adalah sumber masalahnya yakni Bawengan, bukan gereja dan sebagainya. Dia sudah berhasil membakar emosi umat Islam, dan sudah berhasil pula dalam menghasut. Ini yang harus diwaspadai," katanya.
Wakil Sekretaris Komisi Antarumat Beragama, MUI, Mafri Amir, mengatakan, akan melakukan koordinasi dengan lembaga pemerintah dan nonpemerintah untuk membahas hal tersebut. "Pemberitaan di media saya rasa tidak seimbang, terkesan melebih-lebihkan. Seolah kerukunan antarumat beragama di Temanggung benar-benar ruwet. Padahal nyatanya baik-baik saja," katanya.
Ia menyatakan menyesalkan hukuman yang dijatuhkan kepada Bawengan.
Menurut dia, perlu diadakan revisi terhadap KUHP terkait sanksi hukum dalam penistaan agama. "Konflik agama dapat muncul konflik besar, karena konflik yang bermula dari agama dapat mudah disulut menjadi konflik besar. Sudah banyak contohnya," katanya.