REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Pengamat politik Islam Prof Nur Syam MSi menyatakan, aksi penyerangan Pesantren Yapi (Yayasan Pesantren Islam) di Pasuruan (15/2) bukan kekerasan ideologis. "Aksi penyerangan Yapi di Pasuruan itu tidak ada unsur agama seperti di Pandeglang dan Temanggung, tetapi perseteruan kelompok warga Pasuruan yang sudah lama," katanya kepada ANTARA di Surabaya, Kamis.
Prof Nur Syam yang juga Rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya itu mengemukakan hal itu menanggapi aksi penyerangan di Pesantren Yapi, Desa Kenep, Kecamatan Beji, Pasuruan (15/2) yang menyebabkan empat santri dan dua petugas pesantren itu terluka.
Menurut dia, apa yang terjadi itu sesungguhnya persaingan internal antarpesantren di Pasuruan yang sudah lama berlangsung, dan mereka sudah sering melakukan saling ejek.
"Masalahnya, apa yang terjadi itu akibat saling ejek yang disikapi secara emosi, sehingga ada yang melempar dan dibalas, sehingga terjadilah penyerangan itu. Jadi, nggak ada unsur agama sama sekali," ucapnya, menegaskan.
Sosiolog Islam itu menilai persaingan kelompok Yapi yang bernuansa Syiah dan kelompok Aswaja itu merupakan bibit lama yang sangat lokal, sehingga tidak dapat disamakan dengan anarkisme di Temanggung dan Pandeglang.
"Karena perseteruan lama itu maka polisi pun sangat mudah mencari pelakunya, tapi saya kira solusinya juga sangat mudah yakni pemimpin kedua kelompok itu harus dibiasakan duduk bersama," paparnya.
Ia berpendapat bila pemerintah daerah setempat memfasilitasi "pertemuan" keduanya, maka antarkeduanya tidak akan merasa sebagai orang lain atau melihat sesama Islam sebagai out group (orang/kelompok lain).
"Tapi, saya setuju, insiden yang sangat lokal itu tetap tidak dapat dibiarkan secara yuridis, namun siapa pun yang bersalah harus tetap diproses secara hukum," katanya, menegaskan.
Ia menambahkan apa yang terjadi di Yapi, Pasuruan itu, menunjukkan pentingnya dialog atau musyawarah untuk mufakat yang sudah lama diajarkan nenek moyang bangsa Indonesia. "Saya tahu, upaya mendamaikan dua kubu yang selalu berseteru itu bukan pekerjaan yang mudah, tapi hal itu bukan berarti dialog atau musyawarah itu tidak penting, karena masalah besar itu biasanya tumbuh dari bibit-bibit kecil," ujarnya, menembahkan.