REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Tim Pengacara Muslim (TPM) menilai Presiden memiliki andil dalam terjadinya Insiden Cikeusik. Ketua Umum Tim Pengacara Muslim (TPM), Mahendradatta, mempertanyakan tidak dibekukannya Ahmadiyah karena melanggar Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri. Padahal menurutnya Undang-Undang PNPS 1/1965 memberi wewenang Presiden untuk melakukan hal itu. Mahendra menduga Presiden membiarkan adanya pelanggaran.
“Kita sedang mendalami pembiaran yang dilakukan Presiden,” kata dia, Ahad (20/2). Insiden Cukeusik, menurut Mahendra, merupakan dampak dari tidak digunakannya wewenang pembubaran Ahmadiyah oleh Presiden. Ia menambahkan, akibat perbuatan itu masyarakat yang menjadi korbannya, baik korban tertangkap maupun korban bentrokan.
Ia menyebut tindakan itu sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh penguasa.“Itu berarti melanggar undang-undang,” katanya. Mahendra mengatakan, pihak Ahmadiyah terbukti melanggar SKB.
Mahendra mengutip data MUI Cikeusik yang menyatakan penambahan panganut Ahmadiyah di sana. “Dari delapan orang mereka menjadi 25 orang dengan melakukan dakwah door to door,” jelas Mahendra. Padahal SKB melarang ahmadiyah mendakwahkan ajarannya.
TPM memiliki saksi-saksi yang bisa memperkuat dugaan pelanggaran itu. Mereka, ujar Mahendra, pernah didakwahi oleh Suparman untuk menganut Ahmadiyah. Suparman adalah pemilik rumah yang diserang massa saat pecah insiden Cikeusik.