REPUBLIKA.CO.ID, Mohamed ElBaradei, salah satu oposisi yang terkenal kritis, mengungkapkan jika dirinya tidak melihat Ikhwanul Muslim sebagai organisasi yang radikal. Berbicara kepada Today's Zaman, Senin (21/2), ia menenkankan bahwa pemilu presiden dilakukan sebelum pembentukan lembaga pemilu (KPU) di negara itu hanya akan menguntungkan partai yang berkuasa.
Mantan Kepala Badan Energi Atom PBB ini mengatakan pergerakan Ikhwanul Muslimin bukanlah sesuatu yang radikal, sebagaimana yang selama ini berkembang di dunia Barat. Karena itu, ia menyarankan bahwa kehadiran militer, rezim yang berdiri kuat dan kokoh tak terelakkan.
Terkait perkembangan terakhir di Mesir, ElBaradei menjelaskan bahwa pilpres membutuhkan waktu satu tahun, bukan enam bulan. Tidak ada satu pun rezim Mesir sejauh ini yang tidak tidak didukung militer.
Ia melanjutkan, para pensiunan militer kemudian menjadi gubernur dan CEO, atau mereka ditugaskan untuk pos penting di departemen pemerintah. ElBaradei menambahkan, saat ini sasaran militer yang ingin dituju tidak jelas dan tepat. Apalagi, Menteri Pertahanan Hussein Tantawi tidak pernah mencoba meredakan kekhawatiran publik dengan tampil di televisi.
Demokrasi, menurut dia, tidak hanya sekadar pergi ke bilik suara dan memilih salah satu calon presiden. Beberapa pemilu yang telah dilakukan sebelumnya tanpa adanya lembaga-lembaga demokratis hanya akan melayani kepentingan politik partai yang berkuasa.
Ia menyatakan keyakinan bahwa perubahan konstitusi akan menguntungkan demokrasi. ElBaradei mengibaratkan tentara sebagai sebuah kotak hitam lengkap, yang tidak bersingggungan dengan oposisi, dan pemuda dengan pengalaman media.