REPUBLIKA.CO.ID, BOSTON - Siapakah Gene Sharp ? Guru Besar ilmu politik AS dari Universitas Massachusetts itu kini dianggap 'tokoh' yang berkontribusi besar dibalik penggulingan rezim Hosni Mubarak di Mesir.
Gene Sharp adalah pakar revolusi non-kekerasan terkemuka di dunia. Karyanya telah dialihbahasakan ke dalam lebih dari 30 bahasa. Buku-bukunya menyelip di penjuru perbatasan negara-negara dan disembunyikan dari polisi rahasia seluruh dunia.
Ketika Slobodan Milosevic di Serbia dan Victor Yanukvych di Ukrania jatuh akibat revolusi warna yang menyapu di Eropa Timur, setiap gerakan demokratik memberi hormat kepada kontribusi Sharp. Meski demikian sosoknya masih belum dikenal oleh sebagian besar publik.
Terlepas dari sukses dan nominasi Peraih Nobel Perdamaian 2009 yang pernah ia terima, Sharp hampir selalu menghadapi kesulitan keuangan dan tuduhan tanpa dasar sebagai agen terdepan CIA.
Di Lapangan Tahrir, karya Sharp juga menjadi pengantar tidur para demonstran. Di sorot cahaya seadanya dan bayangan tank-tanks mereka membaca buku Sharp.
Gene Sharp bukanlah Che Guevara, namun seperti yang ditulis editor BBC, ia bisa jadi memiliki pengaruh lebih besar ketimbang teoritikus politik lain di generasinya.
Pesan utama peneliti Universitas Havard itu ialah kekuasaan kediktatoran berasal dari kepatuhan rakyat yang mereka pimpin. Bila rakyat dapat mengembangkan teknik yang menyolidkan dan meneguhkan penolakan mereka, sebuah rezim akan rontok.
Selama berdekade, mereka yang hidup dibawah rezim otoriter melakukan perjalanan 'spritual' untuk bertemu Gene Sharp langsung dan meminta sarannya. Tulisannya telah mmebantu jutaan orang di seluruh dunia memperoleh kebebasan tanpa kekerasan.
"Segera, setelah anda memilih bertarung dengan kekerasan anda berarti memilih bertempur dengan senjata terbaik musuh, jadi anda harus lebih cerdas dari itu," tegas Sharp seperti yang ditulis oleh BBC.
"Orang-orang mungkin sedikit terkejut ketika mereka datang kemari, masalahnya saya tidak memberi tahu mereka apa yang harus dilakukan. Mereka harus belajar bagaimana perjuagan tanpa-kekerasan ini bekerja, sehingga mereka dapat melakukannya untuk diri mereka sendiri."
Buku yang mengobarkan revolusi
Dalam bukunya, Sharp pun mencantumkan sebuah daftar berjudul '198 senjata non-kekerasan' yang merentang dari penggunaan warna, simbol untuk mengejek pemakaman hingga boikot. Didesain untuk langsung berhadapan seimbang dengan senjata militer, teknik-teknik itu dikumpulkan dari studi forensik tentang penumbangan tiran sepanjang sejarah.
"Senjata non-kekerasan ini sangat penting karena mereka memberi rakyat sebuah alternatif," ujarnya. "Jika rakyat tidak menggunakan ini, mereka tak pernah melihat bahwa sebenarnya mereka sangat berdaya, berkuasa, akhirnya hanya kembali pada perang dan kekerasan,"
Karyanya yang paling banyak diterjemahkan diedarkan di seluruh dunia berjudul "From Dictatorship to Democracy" ditulis untuk pergerakan demokrasi di Burma--sekarang Myanmar--pada 1993, setelah Aung San Suu Kyi dipenjara.
Karena saat itu ia dianggap tak memiliki pengetahuan khusus tentang negara Burma, maka panduan penggulingan kekuasaan terkesan umum. Namun kelemahan Sharp menjadi kekuatan buku itu, sebab mudah diaplikasikan di setiap negara dengan budaya dan agama berbeda.
Dari Burma, kata-kata menyebar lewat mulut menuju Thailand dan Indonesia di mana taktik digunakan untuk menentang kediktatoran militer. Kesuksesan itu juga membantu menggulingkan Milosevic di Serbia pada 2000, dan terus memercik ke Erope Timur, Amerika Latin dan Timur Tengah.
Ketika ia mencapai Rusia, badan intelijen dan agen mata-mata langsung menyerbu toko buku dan toko yang menjualnya secara diam-diam dan membakarnya di lapangan. Sementara di Amerika Latin, Hugo Chaves menggunakan pidato mingguannya di televisi untuk mengingatkan negara bahwa Sharp adalah ancaman bagi keamanan nasional Venezuela.
Penerjemahan di Mesir
Banyak tokoh pergerakan yang memperoleh pelatihan dari Sharp ditahan. Bagi yang beruntung tak dipenjara, mereka mendapat pengawasan ketat oleh agen intelijen. Para jurnalis yang datang mewawancari Sharp juga ditahan selama beberapa jam oleh polisi rahasia Mesir.
Ketika wartawan BBC tiba di satu tokoh pengorganisir massa, ia menolak berbicara tentang Sharp di depan kamera. Ia cemas bahwa ada peran pemikiran asing akan menggoyahkan pergerakan. Namun ia menyatakan bahwa buku Sharp telah tersebar luas dalam bahasa Arab.
"Salah poin utama Sharp yang kami gunakan adalah mengidentifikasi pilar-pilar pendukung rezim," ujarnya. "Jika kami bisa membangun hubungan dengan tentara, pilar terbesar Mubarak, agar mereka berpihak pada kami, maka ia (Hosni) akan segera berakhir."
Malam menjelang, begitu para demonstran siap memejamkan mata di Lapangan Tahrir, beberapa demonstran menunjukkan kegembiraan setelah menerima pesan singkat dari militer Mesir bahwa mereka tidak akan menembak. "Kami memahami mereka dan kami tahu mereka di pihak kami saat ini." Saat itu tanggal 5 Februari. Tepat enam hari sesudah itu, Hosni Mubarak, melalui pernyataan wakil presiden Mesir, Omar Suleiman, mengakhiri jabatannya sebagai presiden dan mundur.
Petikan daftar 198 senjata non-kekerasan
* Membangun sebuah strategi untuk memenangkan dan meraih kebebasan dan visi masyarakan yang diinginkan
* Mengatasi rasa takut terhada represi rezim dengan menciptkan kelompok-kelompok kecil perlawanan
* Menggunakan warna dan simbol untuk menggambarkan persatuan perlawanan
* Belajar dari berbagai contoh sejarah tentang keberhasilan gerakan non-kekerasan
* Menggunakan 'senjata' tanpa kekerasan.
* Mengidentifikasi pilar kediktaktoran dan mengembangkan strategi untuk mengurangi satu demi satu pilar
* Menggunakan sikap brutal dan represif rezim sebagai alat perekrutan gerakan anda
* Kucilkan, bila perlu singkirkan dan bersihkan gerakan dari orang-orang yang menggunakan atau mengadvokasi tindak kekerasan.