Selasa 22 Feb 2011 15:07 WIB
Rep: Agung Sasongko/ Red: Sadly Rachman
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pada edisi sebelumnya, Alwi Shahab, pemerhati Sejarah Jakarta mengajak peserta Melancong Bareng Abah Alwi mengajak menelusuri jejak arab di Batavia. Kini, Abah Alwi, demikian sapaan akrabnya mengajak para pecinta sejarah Jakarta untuk bernostalgia dengan jalan-jalan di China Town atau Kawasan Pecinaan. Konon kawasan ini memiliki riwayat yang panjang dan menarik termasuk dalam hubungannya dengan penyebaran Islam dikalangan Tionghoa.
kepada peserta Melancong Bareng Abah Alwi, di Kantor Harian Republika, Ahad (20/2), Direktur Operasional Harian Republika, Tommy Tamtomo mengatakan Melancong Bareng Abah Alwi menelusuri sejarah Jakarta merupakan kali kedua diselenggarakan Republika. Menurut dia, acara ini khusus dibuat guna memberikan pendidikan sejarah langsung dari lokasi berikut dengan narasumber yang mengerti betul tentang seluk beluk sejarah Jakarta termasuk didalamnya soal Komunitas Tiongha di Jakarta.
Abah Alwi mengatakan di kawasan China Town, pemerintah kolonial Belanda memusatkan warga China pascapembantaian Oktober 1740 yang menewaskan 10 ribu orang China.Di kawasan itu pula, Islam berkembang dikalangan Tionghoa berikut dengan permasalahannya.
Diawal, Abah mengajak peserta untuk mengunjungi kawasan niaga Glodok. Menurut Abah, Glodok berasal dari kata Grojok, suara air pancuran. Kala itu, komunitas Tionghoa kesulitan menyebut grojok. Dari sebutan itulah, nama Glodok dilahirkan.
Selanjutnya, Abah mengajak peserta menyusuri klenteng yang berada di kawasan Petak Sembilan. Abah mengatakan, komunitas China merupakan komunitas yang begitu menjaga kepercayaan leluhur dimanapun mereka dilahirkan. Sebab itu menurut Abah, Klenteng-klenteng yang ada selalu ramai dikunjungi tidak hanya oleh generasi tua melainkan generasi muda Tionghoa.
Diakhir jalan-jalan, Abah mengajak peserta untuk mengunjungi Masjid Lautze sekaligus berdialog dengan wakil Ketua Yayasan Karim oei, Ali Karim Oei. Dalam keterangannya Abah mengatakan komunitas Muslim Tionghoa boleh dibilang memiliki jalan yang berliku dan penuh perjuangan.
Abah menjelaskan semenjak zaman VOC, tak sedikit warga Tionghoa yang memeluk Islam. Bahkan boleh dibilang keberadaan Muslim Tionghoa sangat berperan dalam perkembangan dakwah Islam di Batavia. Lantaran dianggap membahayakan, penguasa VOC segera memberlakukan aturan yang memisahkan warga Tionghoa dan Muslim Tionghoa dari Bangsa Indonesia. Pemisahan itu berlanjut ketika terjadinya pristiwa pembantaian Tionghoa 1740.
Pendapat senada juga diutarakan Wakil Ketua Yayasan Haji Karim Oei, Ali Karim Oei. Menurutnya, warga Tionghoa di Indonesia sangat bermasalah ketimbang komunitas Tionghoa di negara-negara lainnya semisal Malaysia, Singapura dan Filiphina. Menurut dia, masalah yang terjadi dikalangan Muslim Tionghoa disebabkan mereka memeluk agama yang minoritas dipeluk komunitas Tionghoa.
Karena itu, Ali mengatakan berdirinya Masjid Lautze dan Yayasan Karim Oei diharapkan mampu memberikan pendidikan dan pengetahuan kepada Muslim Tionhoa tentang identitas mereka sebagai Muslim, keturunan Tionghoa dan warga negara Indonesia.
Sebagai informasi, Abah Alwi pada edisi berikutnya akan mengajak pecinta sejarah jakarta untuk mengunjungi kawasan Banten Lama, Banten. Di kawasan itu, Abah akan memperlihatkan kejayaan sultanan Banten berikut pola penyebaran Islam di pulau Jawa melalui Banten. Menurut rencana Melancong Bareng Abah Alwi akan dilangsungkan 20 Maret mendatang.