Kamis 24 Feb 2011 14:09 WIB

KPK Tak Akan Minta Data PPATK Soal 42 Transaksi Mencurigakan

Rep: Muhammad Hafil/ Red: Didi Purwadi
Haryono Umar
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Haryono Umar

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan tidak akan meminta data temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) soal 42 transaksi mencurigakan di Direktorat Jendral (Ditjen) Pajak. KPK tetap akan menunggu data tersebut hingga PPATK menyerahkannya.

‘Ya kan biasanya memang begitu, PPATK yang menyerahkan kalau ada temuan,” ujar Wakil Ketua KPK, Haryono Umar, saat dihubungi Republika, Kamis (24/2).

Haryono mengatakan jika KPK telah mendapatkan data tersebut, maka KPK akan melakukan kajian. Kalau memang ada indikasi tindak pidana korupsi dalam temuan itu, KPK akan segera melakukan penyelidikan.

Juru Bicara KPK, Johan Budi, menambahkan KPK bukannya tidak pro aktif dengan adanya temuan itu.  Namun, berdasarkan aturan yang berlaku, KPK harus menunggu dan menerima pihak yang memiliki informasi tentang adanya dugaan penyimpangan, korupsi, atau suap dalam suatu lembaga penyelenggara negara.

“Lah ini kan yang punya data PPATK, mereka yang miliki kewenangan bersedia atau tidak menyerahkan laporan itu,” ujar Johan.

Anggota Komisi III DPR RI, Gayus Lumbuun, sebelumnya menyesalkan sikap KPK yang hanya menunggu PPATK untuk menyerahkan data  42 transaksi mencurigakan di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. “Tidak sepatutnya KPK dan Polri bersikap pasif seperti itu,” kata Gayus.

Berdasarkan undang-undang, PPATK memang yang menyerahkan adanya temuan data mencurigakan di sebuah lembaga negara kepada lembaga penegak hukum. Namun, KPK harus meminta data yang sangat penting itu untuk kepentingan penyielidikan.

Menurutnya, KPK  berhak meminta data itu kepada PPATK. Karena, kalau mereka tidak meminta dan menindaklanjuti temuan itu  maka kedua instansi tersebut dianggap tidak menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum dengan baik.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement