REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pernyataan Ketua Mahkamah Agung, Harifin Tumpa, bahwa putusan untuk mengumumkan susu formula berbakteri tidak bisa dipaksa dinilai menjadi ujian bagi Mahkamah Agung. Menurut pengacara publik, David Tobing, MA harus mencari cara bagaimana putusan itu bisa dieksekusi.
"Harus ada jalan keluar untuk mematuhi MA. Putusannya itu kan berbunyi menghukum tergugat bersama-sama mempublikasikan hasil tergugat. Kita kembalikan kepada MA karena ini ujian bagi mereka," ujar David usai mengambil salinan putusan MA tentang pengumuman susu berbakteri di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (24/2).
Lebih lanjut, David menegaskan pernyataan Menteri Kesehatan dan Rektor IPB yang akan mengadakan penelitian ulang bukan merupakan solusi. Pasalnya, ungkap David, tidak ada upaya negosiasi yang dilakukan antara pihak tergugat dan dirinya sebagai penggugat. Oleh karena itu, David menyatakan tidak ada solusi lain selain mengumumkan nama merk yang merupakan putusan MA.
"Apapun yang dilakukan selain mengumumkan nama merk belum menjalankan hukuman MA," tegasnya.
Menurut David, MA harus melihat bahwa sikap para tergugat merupakan pembakangan terhadap hukum. Pasalnya, Menteri Kesehatan, Institut Pertanian Bogor dan Badan Pemeriksa Obat dan Makanan menyatakan secara terbuka tidak bersedia menjalankan eksekusi tersebut.
Lagi-lagi David mengungkapkan alasan etika yang dikemukakan rektor IPB untuk tidak mengumumkan hasil penelitian 2003-2006 itu patut dipertanyakan. "Dasarnya apa? Buku apa? Ayat berapa? Etika penelitian IPB mana ada, kalau LIPI saya tahu ada," ujar David.
David mengungkapkan bila alasan kode etik dibenarkan dapat berbahaya bagi penegakan hukum di Indonesia. Pasalnya, ungkap David, bisa saja ada aparat yang tidak mau menjalankan hukuman karena alasan etika.