Kamis 24 Feb 2011 17:28 WIB

Importir Film Menunggak Bea Masuk Rp 30 Miliar

Rep: shally pristine/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Tunggakan bea masuk (BM) impor film selama dua tahun terakhir mencapai Rp 30 miliar untuk 1.759 kopi. Celakanya, tunggakan yang belum dibayarkan para importir film itu bisa berkali lipat lebih besar karena ditambah denda yang besarnya bervariasi, antara 100 sampai 1.000 persen.

Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Thomas Sugijata mengatakan, tunggakan tersebut lantaran penghitungan bea masuk selama dua tahun terakhir belum memasukkan komponen royalti ke dalam laporan. "Jadi (dendanya) 1-10 kali (dari tunggakan). Tergantung perbedaan jumlah yang dia (importir) bayar," katanya kepada wartawan usai rapat kerja di Komisi Keuangan dan Perbankan DPR, Kamis (24/2).

Diwawancarai dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan, jumlah tunggakan impor film sudah mencapai angka yang 'menyeramkan'. Karena itu, Kementerian Keuangan akan merapikan aturan impor sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang salah. "Karena, kalau hanya didasarkan kepada (BM) 0,43 (dolar AS per meter rol kopi film) bisa-bisa satu kopi film hanya bayar Rp 13 juta padahal harusnya bisa 60 ribu dolar AS," katanya.

Agus menjelaskan, saat importir memasukkan film dari luar negeri, ada tiga jenis pajak yang harus dia bayar yaitu BM sebesar 10 persen, Pajak Penambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen dan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 sebesar 2,5 persen. Kemudian, importir tersebut membayar royalti kepada produsen di luar negeri. Royalti tersebut terkena pajak juga, yaitu PPN dan PPh pasal 26. "(Kopi) film kan bukan plastik, ada hak cipta di situ. Harusnya itu yang dibebankan," ujarnya.

Karena itu, Agus mengimbau para importir melunasi kewajiban mereka membayar BM yang tertunggak. Dia meminta, kewajiban pembayaran BM itu tidak disangkutkan dengan ancaman boikot dari importir film di dalam negeri. Karena, pengenaan BM merupakan upaya menaati asas yang sudah ditetapkan sebelumnya. "Hanya untuk 52 (judul) film dalam waktu 1,5 tahun kita bayar royalti ke luar sampai Rp 600 miliar. Kita minta ini dirapikan," ucapnya.

Di sisi lain, kata Agus, kegiatan merapikan peraturan perpajakan yang dia lakukan tak hanya mencakup industri film impor. Ada pekerjaan rumah lain yaitu memperbaiki industri perfilman domestik. Misalnya memudahkan produser lokal yang ingin membuat film, seperti mendatangkan alat-alat produksi atau impor bahan baku film kopi film. "Saya sudah minta Dirjen Pajak dan Bea Cukai untuk mendampingi bersama Badan Kebijakan Fiskal untuk melihat agar industri perfilman bisa sehat dan kuat," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement