REPUBLIKA.CO.ID,MATARAM – Ulama di Nusa Tenggara Barat (NTB) mengeluarkan pernyataan sikap terhadap Ahmadiyah. Mereka mendesak agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membubarkan Ahmadiyah. Mereka juga mendesak Gubernur NTB dan Forum Korrdinasi Pemerintah Daerah untuk segera membekukan kepengurusan dan kegiatan ahmadiyah.
Ketua Majelis Ulama Indonseia Provinsi NTB, Saiful Muslim, mengatakan sikap ahmadiyah yang bersikeras menyatakan diri Islam membuat orang Islam merasa dilecehkan. “Tetapi, kondisi ini jangan membuat seluruh komponen umat Islam dan masyarakat NTB terprovokasi untuk melakukan tindakan sendiri-sendiri,” katanya dalam acara Silaturahmi Alim Ulama Se-Nusa Tenggara Barat pada Ahad (27/2).
Terlebih lagi, sudah ada Fatwa MUI pada Munas II tentang Ahmadiyah Qodyaniyah yang menetapkan aliran Ahmadiyah berada di luar Islam, sesat, dan menyesatkan, serta orang Islam yang mengikutinya adalah murtad (keluar dari Islam). Hal ini juga ditegaskan lagi dnegan Fatwa MUI pada Munas VII yang menetapkan pemerintah berkewajiban melarang penyebaran faham tersebut di Indonesia dan membekukan organisasi serta menutup semua tempat kegiatannya. Namun, jamaah ahmadiyah tidak menjalankan ke-12 butir kesepakatan itu.
Terhadap pelanggaran itu, sesuai dengan surat keputusan bersama (SKB) 3 Menteri, yakni jika penganut, anggota, dan atau anggota pengurus Ahmadiyah tidak mengindahkan peringatan dan perintah tersebut, mereka dapat dikenai sanksi sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, termasuk organisasi dan badan hukumnya.
Hingga akhirnya, dibuat pernyataan bersama yang dilakukan oleh pimpinan organisasi keagamaan majelis ulama Indonesia (MUI) NTB, PW Nahdlatul Wathan, PW Nahdlatul Ulama, PW Muhammadiyah, LDII, DDII, DMI, Hizbut Tahrir, dan pimpinan pondok pesantren se-NTB yang diwakili FKSPP. Pernyataan sikap ini langsung diserahkan melalui Menteri Agama, Suryadarma Ali.