REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Jakarta, Selasa (1/3) kembali melanjutkan sidang kasus Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT). Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutar rekaman pembicaraan telepon antara Anggoro Widjojo dengan Presiden Direktur PT Masaro Radiokom, Putranevo Prayugo pada pertenganhan 2008.
Pada persidangan yang dipimpin oleh Hakim Nani Indrawati, yang menghadirkan terdakwa Putranevo itu, diputar rekaman berdurasi sekitar empat menit yang mengungkap bahwa Anggoro memiliki peran dalam mengatur penempatan pejabat eselon di Departemen Kehutanan. Misalnya, dalam salah satu percakapan di rekaman itu disebutkan, Anggoro yang merupakan pemegang saham terbesar PT Masaro membicarakan siapa-siapa saja pejabat Departemen Kehutanan yang bisa membantu PT Masaro sebagai rekanan dalam proyek SKRT.
"Siapa saja yang kira-kira dapat menjadi pejabat perlindungan hutan dan konservasi alam? Kalau Nur Hidayat bagaimana?" tanya Anggoro dalam bahasa Jawa kepada Putranevo seperti yang disebutkan dalam rekaman itu.
Selain itu, mereka berdua juga membicarakan tentang posisi Sekretaris Jendral di Dephut. Haryadi dan Darori adalah dua nama yang disebutkan Anggoro sebagai orang yang paling tepat menduduki jabatan itu. Pada rekaman itu menunjukkan jika Putranevo tidak banyak berbicara. Ia hanya mengiyakan apapun usulan dari Anggoro.
Usai pemutaran rekaman itu, Putranevo yang duduk di kursi terdakwa tidak membantah suaranya dalam rekaman itu. Namun, ia menolak disebut terlibat karena ia hanya pasif mengikuti usulan-usulan dari Anggoro. "Semua usulnya kan dari Anggoro," kata Putranevo.
Putranevo sendiri didakwa memark-up harga dan menyuap pegawai Dephut serta anggota dewan, dalam pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT). Peristiwa yang terjadi pada tahun 2006-2007. Terdakwa Putranefo didakwa dengan dakwaan kesatu primair Pasal 2 ayat 1 dan subsider Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan dakwaan kedua primair Pasal 5 ayat 1 huruf b dan subsider Pasal 13 UU yang sama.