REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggota Komisi III Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Nasir Djamil, mengatakan sikap Kejaksaan Agung yang menyatakan deponeering (pengenyampingan perkara) terhadap kasus Bibit-Chandra dibalas tidak setimpal oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Nasir mengistilahkan tindakan KPK yang menangkap jaksa DSW beberapa waktu lalu merupakan air susu dibalas dengan air tuba.
"Ini bukan kompor ya. Tapi memang seperti air susu dibalas dengan air tuba," ujar Nasir dalam rapat kerja dengan Jaksa Agung, Basrief Arief dan jajarannya di Gedung DPR-RI, Jakarta, Senin (7/3).
Ia mempertanyakan mengapa sikap deponeering diambil Kejaksaan Agung jika Jaksa Agung terdahulu sudah tegas bahwa kasus Bibit-Chandra cukup bukti. Dengan adanya deponeering ini, ungkapnya, maka kasus Bibit-Chandra akan sulit terungkap.
Anggota Komisi III lainnya, Bambang Soesatyo, menjelaskan penuntasan kasus Bibit-Chandra adalah untuk membongkar siapa pelaku rekayasa kasus Bibit-Chandra. Sedangkan sikap deponeering, ungkapnya, menjadi alasan bahwa otak pelaku tersebut tenggalam.
Soal jaksa DSW yang ditangkap oleh KPK, Bambang meminta Jaksa Agung untuk menjelaskan hal tersebut. Terlebih, ungkapnya, terdapat informasi bahwa uang yang ada di amplop tidak sebesar yang digembar-gemborkan KPK. "Publik perlu penjelasan apakah jaksa DSW disuap. Apakah benar barang bukti itu sebenarnya bukan 50 juta tapi 1 juta pecahan seribuan semua," jelasnya.