REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA—Krisis politik di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara menjadi perhatian Kesatuan Aksi Muslim Indonesia (KAMMI) dalam Muktamar ke VII yang berlangsung di Asrama Haji, Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), 13-17 Maret 2011.
“Apa yang terjadi di kawasan itu sebelumnya sempat dirasakan Indonesia 13 tahun yang lalu, dan kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara seharusnya mencontoh Indonesia dalam menyelesaikan kisruh politik yang terjadi,” ungkap Ketua Umum KAMMI periode 2009-2011, Rijalul Imam, kepada Republika.co.id.
Rijalul mengatakan KAMMI akan tetap memperhatikan isu yang berkembang di kawasan itu lantaran memang memberikan efek yang luar biasa bagi dunia terutama dalam hal produksi minyak. Bagi Indonesia, menurut dia, tentu efek yang secara tidak langsung dirasakan adalah masalah haji, masalah hubungan emosional sebagai bagian dari umat Islam, demikian pula dengan proses studi pelajar dan mahasiswa Indonesia di kawasan tersebut.
Rijalul mengakui, masalah Timur Tengah tidak bisa dibaca secara homogen. Sebab, di kawasan tersebut terbagi menjadi sejumlah kabilah yang memiliki kepentingan. Sebabnya, kawasan tersebut membutuhkan kesadaran politik yang masif guna mencapai tujuan sejati dari pergerakan politik. “Tujuan awalnya kan menciptakan kondisi kehidupan berdemokrasi. Namun, tujuan itu bisa melenceng lantaran kehadiran pihak yang berkepentingan seperti AS dan zionis Yahudi,” imbuh dia.
Rijalul menilai KAMMI lebih memperhatikan situasi Timur Tengah dan Afrika Utara melalui gerak-gerik negara zionis Yahudi dalam memanfaatkan momentum pergerakan politik di kawasan tersebut demi kepentingan piciknya. Dia menduga, Israel dan AS coba mengambil keuntungan dari situasi chaos di kawasan itu guna mencengkram lebih kuat kawasan itu.
“Zionis Yahudi tentu menginginkan kesibukan umat Islam di kawasan itu guna memantapkan posisinya di Palestina. Demikian pula dengan AS yang tentu menginginkan pasukannya bisa masuk ke Timur Tengah atas dalih demokrasi,” kata dia.