REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA—Pendiri Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Fahri Hamzah, meminta kepada kader-kader KAMMI yang sedang menjalani regenerasi kepemimpinan pada Muktamar KAMMI VII, yang berlangsung di Asrama Haji, Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) 13-17 Maret 2011, untuk mengubah gaya perjuangan.
Menurutnya, perjuangan yang dahulu menitik beratkan pada penumbangan rezim yang bersifat simbolis simplisistik kini tidak lagi relevan dengan perkembangan demokratisasi di Indonesia. Kini, gerakan yang diemban organisasi pemuda dan mahasiswa seharusnya lebih mengedepankan perbaikan sistem, yang meliputi tiga komponen utama sistem ketatanegaraan (eksekutif, legislatif dan yudikatif).
“Di awal pendirian KAMMI, organisasi ini berusaha untuk ambil bagian dalam usaha menumbangkan orde baru. Karena itu, pergerakan yang masif kala itu dilakukan terimplementasi dalam aksi demonstrasi besar-besaran,” papar Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan dan Sejahtera ini kepada Republika.co.id, Selasa (15/3).
Menurut dia, institusionalisme sistem yang tengah dibangun sekarang tentu mengubah gaya perjuangan pemuda dan mahasiswa. Gerakan tidak lagi sekedar menyerang orang, tetapi lebih kepada gerakan yang komprehensif dan observatif.
Fahri menjelaskan perubahan gaya perjuangan ini mengharuskan KAMMI untuk memperkuat diri dengan figur-figur yang kuat dalam berbagai bidang sehingga bisa mengimbangi arah tujuan perjuangan yang dikhendaki. Dia berharap muktamar ini dapat memenuhi kebutuhan itu. “Saya kira, KAMMI telah menuju ke arah tersebut,” kata dia.
Fahri berharap agar pemimpin KAMMI terpilih memiliki karakter yang cocok dalam era transisi seperti sekarang, yakni mampu memahami situasi yang begitu kompleks. Disamping itu, ia juga melihat keaktifan pemimpin harus menjadi kredit tersendiri sebagai bagian paket pemimpin yang relevan dengan masa transisi.