REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK - Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala menilai paket bom buku yang meledak di Kantor Berita Radio (KBR) 68H di Jalan Utan Kayu, Jakarta Timur mempunyai pesan tersendiri. Hal tersebut diungkapkan Adrianus, usai menghadiri kuliah umum dengan Tema Peran Mahasiswa dalam Mengisi Pembangunan Bangsa dan Negara, di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP-UI) Depok, Rabu.
Tiga paket bom berbalut buku dikirim ke tiga tempat, pertama paket dikirim ke Jalan Utan Kayu dengan orang yang dituju Uli Abshar Abdalla. Bom meledak ketika polisi mencoba mengutak-atik buku tanpa prosedur yang benar.
Paket bom juga dikirim ke Kantor Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk diberikan Kepala Pelaksana Harian BNN Gories Mere, dan ketiga, Ketua Majelis Pimpinan Nasional Pemuda Pancasila Yapto Soerjosoemarno juga menerima paket bom serupa.
Menurut Adrianus ada empat fase dalam modus operandi peledakan bom, pertama adalah bom yang menggunakan benda bergerak (mobil atau lainnya), kedua bom yang diletakkan di satu tempat, ketiga bom yang menggunakan buku, dan keempat adalah bom yang menggunakan nuklir biologi dan kimia (nubika).
"Indonesia sudah mengalami tiga fase bom, apakah pesannya adalah akan ada bom yang menggunakan nubika. Ini sangat mengerikan sekali," jelasnya.
Adrianus juga menilai pelaku bom yang menggunakan buku tersebut merupakan kelompok kecil yang tidak mempunyai biaya dan aksinya tentu tak bisa menjatuhkan sebuah pemerintahan. "Aksinya hanya menyampaikan pesan saja, kalau dirinya terus tersudutkan akan terjadi kekacauan," jelasnya.
Lebih lanjut Adrianus mengatakan bahwa teror bom tersebut bisa menimbulkan konflik horizontal yang serius, jika tidak segera diselesaikan masalah tersebut.
"Kita semakin tidak tersatukan sebagai anak bangsa, sehingga bisa menimbulkan kekerasan dimana-mana," katanya.
Untuk itu ia meminta kepada pemerintah agar bisa mengambil peran, misalnya dalam kasus Ahmadiyah. Pelarangan Ahmadiyah diberbagai daerah menimbulkan gejolak karena ada disatu daerah Ahmadiyah tidak dilarang. "Negara harus cepat mengambil peran tersebut," sarannya.
Guru besar kriminolog UI tersebut tidak mempercayai adanya upaya untuk mengalihkan isu tertentu. "Saya tidak percaya adaya teori konspiratif untuk mengalihkan isu tertentu," tegasnya.