Rabu 16 Mar 2011 15:44 WIB

Semula dari Forum Penghujat Islam, Kini Ia Gabung Grup Mualaf, Facebook

Rep: Mg12/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
William Junaedi
Foto: ZAKIAH DWI RARA
William Junaedi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Bertahun-tahun yang lalu, William Junaedi menganggap semua agama sama, yang membedakan hanyalah nama-nama Nabi sebagai utusan Tuhan. Namun kelak, pandangan itu berubah sepenuhnya ketika ia mulai bergaul dengan internet.

Pada tahun 2008, lelaki berdarah Cina-Betawi itu berhenti dari tempat kerjanya. Ia membeli sebuah komputer dan melanggan internet.

"Ketika sedang menganggur, sehari-hari saya hanya bermain internet. Browsing sana-sini, mencari tahu segala hal yang belum saya ketahui," tutur Wiliam.

Hingga suatu hari ia menemukan satu laman yaitu forum kumpulan orang non-Muslim. Dalam forum itu, mereka menjelek-jelekan agama Islam.

Beberapa minggu William aktif memantau forum tersebut. Isinya hanyalah hujatan dan caci maki terhadap agama Islam. Penghuni forum itu menampilkan diri seolah-olah mengetahui dan paham betul mengenai sejarah Islam, Al-quran beserta hadist yang menurut mereka sangat tidak masuk akal.

Ketika membaca postingan penuh hujatan terhadap Islam, William menggeleng-gelengkan kepala. "Apa benar yang mereka bicarakan? Saya pun menjadi semakin penasaran ingin mengetahui kebenarannya.” lanjut pria berusia 29 tahun itu.

Akal sehat William tak bisa menerima komentar-komentar kasar dari anggota forum yang ia nilai sangat mengintimidasi dan melecehkan. William pun melakukan pencarian. Saat itu ia mendapat info alamat email sebuah live chat perdebatan mengenai Islam. Ternyata di sana jauh lebih parah.

Salah satu admin live chat, tutur William, mengatakan mereka telah menemukan satu hadist yang menceritakan bahwa Nabi dulu pernah melakukan perbuatan asusila terhadap Abu Sofyan saat masih kecil, "Disebutkan pula bahwa Nabi pernah tidur dengan mayat. Kami memperdebatkan itu semua," kata si bungsu dari 5 bersaudara ini.

Satu tahun lebih William mengikuti debat di live chat. Berbarengan dengan itu, toko milik kakaknya bangkrut. William beserta keluarga akhirnya memutuskan kembali ke Jakarta. Berbeda saat memantau forum non-Muslim, kali ini kata-kata di live-chat itu merasuk ke hatinya.

Ketika pindah ke Jakarta, William berada dalam fase ‘kebencian tingkat tinggi’ terhadap Islam. Sampai-sampai ia selalu berdebat dengan kakak iparnya yang Muslim.

“Setiap hari saya mendebat kakak ipar saya, mengapa Islam begini? Mengapa Islam begitu?. Kakak ipar William, menurut dia, sampai terlihat dilema dan kesulitan dengan kelakuannya yang selalu mendebatnya tiada henti.

Namun William berhenti juga mendebatkan Islam dan memilih memelajari Kristen yang sudah lama ia anut. Ia berharap dengan mengetahui Kristen lebih dalam ia dapat menemukan jawaban atas semua kebenaran Tuhan. Tetapi, William mengaku tak mendapat apapun.

“Awalnya saya ingin memperdalam ilmu agama saya, tetapi apa yang saya peroleh? Semua nihil. Saya tidak mendapat jawaban yang masuk akal dari agama saya sebelumnya," ujar William. "Saat membaca alkitab saya hanya merasa seperti membaca novel, tidak ada yang spesial” ungkap William.

Kebimbangan dengan agamanya justru mendorong William mencari tahu Islam lebih lanjut. Dj sisi lain ia juga tertarik dengan Muslimah berjilbab dan mengunduh foto-foto wanita berkerudung serta menyimpannya dalam satu folder. Keisengannya itu ternyata diketahui oleh kakak iparnya.

“Saat itu kakak ipar saya bongkar-bongkar komputer, dia menemukan folder koleksi foto wanita berkerudung yang saya miliki," tutur William. Kontan kakak ipar William pun menanyakan perihal itu kepadanya. "Tapi saat itu saya membantahnya," kenang William

Ketika mengingat forum ‘non-Muslim’, William terbersit untuk mencari forum Muslim. Ia menemukan satu chatt room khusus pemeluk Islam, bernama ‘café Islam’. Di dalam forum itu ia banyak bertanya mengenai agama Islam. Hingga William memutuskan bertemu salah satu anggota chatt room untuk berbagi langsung.

“Berbeda dengan forum non-Muslim yang saya temukan sebelumnya, di ‘café Islam’ tidak ada makian kasar untuk agama non-muslim” cerita William

Pertemuan William dengan salah satu anggota ‘café Islam’ membuatnya terkesan. Anggota itu juga memberikan sebuah buku kepada William, berjudul “Saksikan Aku Sebagai Muslim”.

“Saya senang dengan pertemuan itu, berbincang dengan orang Islam yang membuat saya semakin tertarik dengan Islam," akunya "Ditambah lagi, dia memberikan saya buku. Walaupun pada saat itu saya kebingungan menyimpannya. Karena takut ketahuan orang di rumah” tutur William.

Usai pertemuan itu William kian intens mendalami Islam, hingga muncul keinginan untuk memeluk Islam. Dorongan itu kian kuat ketika ia--yang mulai sering melamun di atas rumahnya--mendengar suara orang mengaji. Di kuping William, suara itu terdengar merdu. Saat itu pula terbesit di benak William untuk berdoa kepada Allah.

“Suara lantunan ayat Al Qur'an itu terdengar sangat berirama dan enak sekali di dengarnya," ungkap William. Ia tak pernah mendengar semacam itu di agamanya." Saya pun langsung berdoa dalam hati ‘ya Tuhan, kalau memang ini Agama yang benar dan merupakan karuniamu tolong dekatkan aku dengan Islam, jika bukan maka jauhkanlah” kenang William

Beberapa waktu setelah itu, William membuat sebuah akun Facebook, di sana ia bergabung dengan group ‘Mualaf Indonesia’. Lagi-lagi ia banyak menanyakan mengenai Islam dan mengutarakan keinginannya untuk memeluk Islam

“Awalnya saya berpikir, lucu juga kalau muka Cina seperti saya pakai kopiah. Tapi ternyata di Mualaf Indonesia banyak orang-orang seperti saya (Cina-red) dan mereka memeluk Islam. Saya jadi tak merasa asing,” tuturnya

Keinginan William masuk Islam mendapat sambutan hangat dari anggota grup Mualaf Indonesia. Akhirnya, pada tanggal 13 September 2009, William di-Islamkan oleh Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) dan melakukan khitan pada 5 November 2009.

Resmi menjadi Muslim, William menceritakan keputusan besar itu kepada orang tua. Saat itu, ibu William marah besar dan mogok bicara dengan William. Sementara ayahnya lebih membebaskan William memilih.

“Mama tidak mau bicara sama saya, terlihat sekali kalau mama kecewa," tutur William. Ayahnya tidak melarang, karena ayah William rupanya pernah menjadi seorang muslim. "Tetapi lantaran tidak ada yang membimbingnya akhirnya ia menjadi murtad” kata William

William mengaku berat ketika keputusannya tidak disetujui oleh sang ibu. Tapi William tak  berputus asa. Saat hubungan dengan ibunya menegang, William mengambil wudhu dan berdoa kepada Allah agar membukakan pintu hati ibunya.

Doa yang dipanjatkan William ternyata dijabahi Allah. Hanya dua hari berselang, ibunya tak sanggup lagi mogok bicara dengannya. Akhirnya ibu dan anak itu pun berbicara dari hati ke hati dan ibunya pun menerima keputusan William.

“Setelah mama bisa menerima saya sebagai seorang muslim saya menjadi lega, meski banyak teman-teman saya yang juga keturunan Cina mengucilkan dan memutuskan silaturahmi dengan saya.” ujar William Walaupun ada yang tak menyukai keputusan William, tak lantas mengendurkan semangatnya untuk mempelajari Islam.

Setelah memeluk agama Islam, William kian merasakan kedekatan Allah terhadap dirinya. Ia mengaku menjadi Muslim itu nikmat. “Yang paling luar biasa, ketika shalat berjamaah dimasjid. Semua orang Muslim, mulai pedagang, pegawai bahkan pejabatpun shalat berdampingan tanpa ada perbedaan,” ujar William

Tak lama setelah ia menjadi Muslim, ia merasa kian mendapat banyak berkah. William mendapat panggilan kerja di salah satu SMA Negeri di Jakarta sebagai guru bahasa Inggris.

“Memang Allah tak pernah tidur, ia akan menolong setiap umatnya yang membutuhkannya. Kita hanya perlu berdoa dan bersabar. Sama seperti saya yang harus berdoa dan bersabar demi menemukan agama yang benar” tuturnya.

Saat ini William terus mempelajari Islam. Ditemani salah satu rekan kerjanya, William aktif mengikuti kegiatan pengajian yang ada di masjid-masjid.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement