REPUBLIKA.CO.ID, Pemimpin G8 tidak menemukan kata sepakat terkait rencana penetapan larangan terbang untuk Libya, sebagai bagian dari resolusi krisis di negara Afrika utara itu. Kendati demikian, kelompok negara-negara maju tersebut mengingatkan pemimpin Libya Muammar Qadafi bahwa ia akan berhadapan dengan 'konsekuensi yang mengerikan'.
Prancis dan Inggris gagal meyakinkan negara lainnya yang berada dalam pertemuan G8 di ibukota Prancis, Paris, itu memberlakukan larangan terbang bagi Libya, dimana pasukan loyalis Qadafi terus menerus memuntahkan senjata Selasa (15/3) kepada para paemberontak. Amerika Serikat (AS), Jerman dan Rusia menentang rencana tersebut, menurut laporan BBC.
"Kita tidak ingin terjebak dalam perang di Afrika utara. Kita ingin menghindari lereng licin dari arah ini," ujar Menteri Luar Negeri Jerman Guido Westerwelle.
Menanggapi rencana G8 tersebut, Menteri Luar Negeri Prancis Alain Juppe mengatakan, "Jika kita menggunakan kekuatan militer pekan lalu untuk mengimbangi beberapa landasan pacu dan beberapa pesawat yang mereka miliki, mungkin pembalikan yang merugikan oposisi tidak akan berlangsung." "Tetapi itu adalah masa lalu," ujarnya yang kemudian beranjak pergi.
Dalam pengumuman terakhirnya, G8 memperingatkan Qadafi untuk "menghormati klaim yang sah dari hak-hak dasar rakyat Libya, kebebasan berekspresi dan bentuk representatif dari pemerintah."