REPUBLIKA.CO.ID, BATAM - Pelarangan ajaran Ahmadiyah yang dilakukan pemerintah daerah sesuai dengan peraturan yang berlaku, kata Menteri Agama Suryadharma Ali. "Tidak ada yang salah dengan pelarangan, karena sesuai dengan UU No. 1 tahun 1965 tentang PNPS dan SKB," kata Menteri di Batam, Senin.
Setiap pemerintah daerah, kata dia, diperbolehkan melarang aliran Ahmadiyah. Kebijakan itu berdasarkan UU No.1 tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan Dan/atau Penodaan Agama yang mengatur pelarangan ajaran yang dianggap bertentangan dengan agama yang ada.
Menteri Agama mengatakan sudah ada 16 pemerintah daerah yang mengeluarkan larangan Ahmadiyah, di antaranya Jawa Barat dan Banten. Selain itu, langkah sejumlah daerah yang mengeluarkan keputusan pelarangan aktivitas penyebaran ajaran Ahmadiyah tidak menyalahi surat keputusan bersama tiga menteri.
Mengenai Surat Keputusan Bersama tidak akan direvisi dan tetap berlaku, karena menurut Menteri isinya sangat tegas. Pengikut ajaran Ahmadiyah diarang menyebarkan kepercayaannya melalui khutbah, buku dan lainnya.
Senada dari Menteri Dalam Negeri,Gamawan Fauz, yang mengatakan kebijakan pemerintah daerah melarang Ahmadiyah sesuai dengan SKB. "Pembinaan dan pengawasan merupakan pesan SKB, kalau dalam kerangka seperti itu memang kebijakan gubernur bahkan kita pesan kepada gubernur, bupati dan wali kota untuk melaksanakan SKB dengan baik," kata Gamawan.
Sementara itu, DPR merespon dan memberikan apresiasi atas ketegasan kepala daerah di Banten yang telah mengeluarkan peraturan tentang larangan keberadaan Jemaat Ahmadiyah Indonesia. "Saya memberikan apresiasi dan mudah-mudahan penganutnya kembali kepada ajaran Islam yang benar," kata anggota komisi IX DPR yang membidangi, Keagaamaan, Sosial dan Perempuan, Jazuli Juwaini.
Jazuli Juwaini menjelaskan, aturan dalam bentuk peraturan gubernur (Pergub) atau peraturan bupati (perbup) dianggapnya cara untuk melindungi Jemaat Ahmadiyah, yang saat ini dianggap menjadi korban.