REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-–Mencuatnya lagi keinginan otoritas intelijen untuk melakukan penyadapan, menyeruakkan dugaan skenario di balik beragam aksi kekerasan akhir-akhir ini. Meskipun dianggap terlalu spekulatif, kemungkinan itu ada. Keinginan Pemerintah mengizinkan otoritas intelijen melakukan penangkapan, juga patut diwaspadai.
“Bisa jadi juga sih (ada skenario itu),” kata Ketua DPP PDIP, Andreas Hugo Pereira, Rabu (23/3). Mantan anggota Komisi I DPR periode 2004-2009 ini mengatakan RUU Intelijen memang dibuat untuk memperkuat fungsi dan peran negara untuk pencegahan dini terhadap ancaman pertahanan dan keamanan nasional.
“Tapi, RUU ini juga harus menjamin tidak terjadi abuse of power oleh otoritas intelijen,’’ kata Andreas. Artinya, tegas dia, perlu ada pengawasan terhadap kinerja badan intelijen negara.
Ketua FPDIP di DPR, Tjahjo Kumolo, isu yang paling krusial dari UU ini –selain masalah penyadapan – adalah wewenang penangkapan oleh aparat intelijen. “Pemerintah menginginkan aparat intelijen diberi wewenang melakukan penangkapan, khususnya yang terkait dengan terorisme,” kata dia.
FPDIP, tegas Tjahjo, menolak tegas keinginan Pemerintah itu. “Selain akan bertentangan dengan HAM, penangkapan hanya bisa dilakukan kepolisian sesuai KUHAP,” ujar dia.
Catatan lain, sebut Tjahjo, aparat intelijen harus murni non-partisan. Intelijen juga harus benar-benar terstruktur dan terkoordinasi.