REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Barat (Jabar) menindak pabrik ilegal minuman keras (miras) oplosan di Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung. Dari penindakan ini diamankan 3.752 botol minuman mengandung etil alkohol bersama sejumlah alat produksi dan bahan baku.
Kepala Kantor Wilayah Dirjen Bea Cukai Jawa Barat Saipullah Nasution mengatakan pihaknya telah mengamankan pelaku seorang perempuan, TR (43 tahun). TR mengolah miras oplosan di sebuah rumah tinggal yang dijadikan pabrik ilegal.
Saipullah mengatakan pelaku mengoplos miras jenis anggur dengan air dan berbagai rasa. Namun yang lebih berbahaya, pelaku juga menambahkan metanol kemudian dikemas ulang.
Petugas menata barang bukti minuman mengandung etil alkohol ilegal saat gelar barang bukti di kantor Wilayah Bea dan Cukai, Bandung, Jawa Barat, Senin (19/2).
"Kegiatannya adalah seorang yang sudah kita amankan berinisial TR melakukan pengoplosan minuman yang dia beli barang asli anggur cap Orang Tua. Dia campur dengan air, gula putih, gula merah, gingseng atau jahe kemudian ada karamel dan dicampur lagi dengan alkohol. Ada alkohol beneran sama metanol," kata Saipullah dalam konferensi pers di kantor Bea dan Cukai, Jalan Surapati, Kota Bandung, Jabar, Senin (19/2).
Saipullah menuturkan TR memproduksi miras oplosan yang kemudian dimasukkan ke dalam drum. Setelah itu, ia memasukan ulang miras tersebut ke dalam botol menggunakan alat khusus. Kemudian, TR menempelkan pita bea dan cukai bekas di tutup botol. Hasil yang didapatkan 1:3 dari bahan baku anggur aslinya.
Ia menuturkan TR mengedarkan miras oplosannya ke Bandung, Garut, Tasikmalaya dan sekitar Jawa Barat. Kegiatan ini sudah dilakukan pelaku sejak Oktober 2017 lalu.
Dalam aksinya, ia menyebutkan pelaku dibantu tiga orang karyawan. Akibat perbuatannya, TR disebut melanggar UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai.
"Pelanggaran yang bersangkutan melanggar pasal 50, 54, dan 55 UU 39 Tahun 2007 bahwa ancaman pidananya 1-8 tahun dan denda 2-10 dan 10-20 kali lipat dari utang cukai," ujarnya.
Ia menyebutkan barang bukti yang disita yakni senilai Rp 192.720.000. Akibat perbuatan tersangka selama beroperasi empat bulan, potensi kerugian negara mencapai Rp 1,8 miliar. Kerugian inmaterial yang lebih besar adalah timbulnya dampak sosial serta ancaman kesehatan bagi masyarakat yang mengkonsumsi.
"Tersangka menggunakan metanol ini adalah bahan yang berasal dari mineral apabila dicampur minuman bisa mengakibatkan keracunan, liver rusak, kejang-kejang, kulit rusak dan pada akhirnya bisa membuat mati," ucapnya.
Ia menambahkan pengungkapan pabrik ilegal ini diawali pada penindakan penjualan minuman mengandung etil alkohol pada Desember 2017 lalu. Di mana diketahui TR menjadi pemasok bahan baku pabrik tersebut.
Suami TR ternyata juga merupakan tersangka pengoplos miras yang sudah ditindak pada awal tahun 2017 lalu. TR kemudian melanjutkan usaha suaminya sementara yang bersangkutan menjalani hukuman.