REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 229/PMK.04/2017 telah berlaku secara efektif sejak 28 Januari 2018. Penerapan aturan ini menunjukkan tren yang positif, di mana jumlah importir yang terlambat menyerahkan dokumen SKA (Surat Keterangan Asal) semakin rendah.
Dari data yang ada, periode 1 hingga 23 April 2018, jumlah importasi yang terlambat menyampaikan dokumen SKA sebanyak 80 dokumen atau hanya sekitar 0,1 persen dari importasi yang menggunakan skema Free Trade Agreement (FTA). Humas Bea Cukai, Robert M menyatakan, dalam aturan ini diatur beberapa ketentuan.
Di antaranya memberikan kepastian hukum, jangka waktu penyerahan SKA yang lebih fleksibel dibandingkan dengan ketentuan internasional, dan penambahan ketentuan sanksi pemalsuan SKA. Diatur pula penambahan ketentuan SKA yang dibatalkan oleh instansi penerbit SKA. Selain itu, aturan dalam PMK ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan kecepatan dalam proses pengeluaran barang.
Sementara itu, Robert menambahkan untuk mendapatkan preferential tarif atau tarif FTA tidak secara otomatis tetapi harus memenuhi prinsip dasar yaitu SKA nya harus valid (tidak palsu, diterbitkan oleh pihak yang berwenang dan masih berlaku). Di samping itu juga harus memenuhi asas legalitas yaitu memenuhi ketentuan: Origin Criteria, direct shipment dan ketentuan Operational Certification Procedure (OCP).
Dengan semakin meningkatnya kepatuhan importir ini, Bea Cukai tetap berharap agar para importir untuk secara konsisten menyerahkan SKA secara tepat waktu. Apalagi saat ini prosedur penyerahan dokumen SKA semakin mudah di mana sistem pelayanan kepabeanan dapat menerima dokumen SKA berikut invoice, packing list, dan bill of lading tanpa harus menunggu dokumen pelengkap lainnya seperti dokumen larangan dan pembatasan (lartas).