Pertanyaan
Assalamualaikum Wr. Wb
Melalui rubrik ini saya mau menanyakan perihal KPR syariah yang banyak ditawarkan oleh bank-bank yang berlabel syariah, pertanyaan yang ingin saya sampaikan adalah :
1. Bagaimana hukum syariahnya?
2. Mengapa asumsi "bunganya" disamakan dengan KPR bank konvensional?
Saya tunggu penjelasannya. Terimakasih banyak atas perhatiannya.
Wassalamualaikum wr wb
Adi Prasetyo
Jawaban
Waalaikumsalaam wr wb.
Pak Adi yang dirahmati Allah SWT,
Salah satu produk pembiayaan yang telah dikembangkan oleh bank syariah adalah pembiayaan rumah, atau yang sering dikenal dengan istilah KPR syariah. Produk ini memiliki sejumlah alternatif akad yang dapat digunakan.
Secara umum, akad yang sering digunakan dalam pembiayaan rumah ini antara lain adalah murabahah (jual beli dengan marjin profit), terutama untuk rumah yang telah dibangun, dan akad istishna, yaitu pemesanan barang (rumah) dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati, serta pembayaran dengan nilai tertentu yang disepakati pula.
Bisa pula menggunakan akad musyarakah mutanaqishoh. Pada akad ini, bank syariah dan nasabah berkontribusi modal dengan prosentase tertentu, dan nasabah kemudian membeli "saham/bagian" yang menjadi milik bank secara bertahap, sampai kepemilikan rumah tersebut sepenuhnya berada di tangan nasabah.
Dalam memperhitungkan besarnya marjin profit maupun bagi hasil, ada beberapa variabel yang diperhitungkan oleh pihak bank syariah. Variabel-variabel tersebut antara lain adalah biaya tenaga kerja dan operasional, biaya bagi hasil untuk nasabah penabung, deviden, dan lain-lain.
Terkait dengan pertanyaan Bapak, maka :
1.Secara syariah, semua jenis akad yang telah disebutkan di atas, telah sesuai dengan syariah, dan telah difatwakan kebolehannya oleh DSN (Dewan Syariah Nasional) MUI. Sebagai contoh, Fatwa DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah.
2.Memang sebagian bank syariah ada yang menjadikan bunga sebagai "benchmark" marjin profit yang diambilnya. Sesungguhnya tujuan bank syariah itu agar marjin profit yang diambilnya bisa tetap kompetitif dan tidak lebih mahal, sehingga bisa bersaing dengan "bunga" yang ditawarkan oleh bank konvensional. Kalau terlalu tinggi marjinnya, nasabah akan lari, dan kalau terlalu rendah, bank syariah bisa merugi. Fungsinya hanya sebagai benchmark, tidak lebih dari itu. Proses akad/transaksinya tetap berbeda.
Namun demikian, yang sering menjadi kendala adalah, seringkali para pegawai bank syariah, seperti pegawai customer service, tidak mampu menerangkan secara jelas, apa perbedaan antara marjin profit dan bagi hasil, dengan bunga. Padahal secara konsep dan filosofi jelas-jelas berbeda. Inilah yang kemudian sering menciptakan persepsi bahwa bank syariah dan bank konvensional sama saja. Karena itu, peningkatan kualitas SDM bank syariah menjadi salah satu tantangan yang harus diatasi. Wallahu a'lam.
Wassalaamualaikum wr wb
Dr Irfan Syauqi Beik
Program Studi Ekonomi Syariah, Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB