Friday, 27 Jumadil Awwal 1446 / 29 November 2024

Friday, 27 Jumadil Awwal 1446 / 29 November 2024

Ancaman Mafia Tanah, Sofyan: Kita akan Pakai Sistem Digital

Rabu 12 Feb 2020 22:14 WIB

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah

Tampak Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan Djalil ketika menghadiri salah satu acara ATR/BPN.

Tampak Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan Djalil ketika menghadiri salah satu acara ATR/BPN.

Foto: dok. Istimewa
Sofyan Djalil menyatakan sistem pertanahan digital akan diterapkan 2024

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil menyayangkan masih banyaknya mafia tanah di Indonesia. Oleh sebab itu, ia mengklaim akan memperbaiki sistem pertanahan di Kementerian ATR/BPN.

"Saat ini kita sudah menuju layanan digital," Kata kepala BPN itu ketika ditemui Republika di Jakarta, Rabu (12/2).

Baca Juga

Dia menegaskan, meski belum berproses, rencananya sistem tersebut akan diterapkan pada 2024. Sehingga ke depan, untuk melakukan validasi dokumen pertanahan tak perlu membawa dokumen asli ke BPN.

Menurut dia, langkah tersebut untuk mengantisipasi pola yang digunakan para mafia tanah untuk memalsukan dokumen tanah para korban. "Jadi penipuan tanah oleh mafia dan oknum, bisa tenggelam gerak-geriknya,"ungkap dia.

Sofyan menambahkan, untuk menerapkan langkah tersebut, pihaknya akan melakukan langkah-langkah secara sistematis. Di mana, upaya mendaftarkan tanah secara menyeluruh oleh masyarakat akan diutamakan.

“Seperti saya cerita tadi. Kita coba selesaikan sistematis. Semua tanah yang belum beres sertifikasi kita bereskan,” ungkap dia.

Sofyan mengklaim, langkah tersebut adalah bukti keseriusan pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan tanah. Utamanya penipuan dan sengketa tanah. “Oleh sebab itu kita berkoordinasi dengan Polri dan Polda,” ungkap dia.

Terkait upaya tersebut, BPN Bersama dengan Polri serta Polda baru-baru ini juga meringkus tersangka mafia tanah dengan metode penggunaan sertifikat palsu dan e-KTP. Berdasarkan pemaparan kepolisian, penipuan yang berlokasi di Jakarta Selatan itu melibatkan 10 orang tersangka dengan kerugian mencapai Rp 85 miliar.

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
 
Terpopuler