Sabtu 12 Jun 2010 21:23 WIB

Perilaku Buang Air Besar Bangsa Kita Masih Memprihatinkan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Percaya atau tidak, air di Indonesia itu bernilai Rp 56 triliun dalam setahun.

"Nilai sebesar itu terbuang," kata Direktur Permukiman dan Perumahan Bappenas, Oswar Mungkasa, kepada Antara di sela-sela 'workshop' tentang air dan sanitasi yang diadakan Bank Dunia beberapa waktu lalu. "Itu diketahui dari peringkat Indonesia pada posisi ketiga di dunia untuk penduduk yang melakukan buang air besar sembarangan (BABS) setelah China dan India," ujarnya.

Di sela-sela 'workshop' yang diikuti belasan kalangan pemerintah dan pers dari Indonesia, Filipina, dan Laos itu, ia menyebut ada 70 juta orang Indonesia yang melakukan BABS. "Di India ada 560 juta penduduk yang melakukan BABS, sedangkan di China ada 670 juta orang yang melakukan BABS," tuturnya.

Dalam acara yang juga dihadiri staf komunikasi Bank Dunia dari AS, Christopher M. Walsh, ia mengatakan 'BAB' sembarangan di Indonesia itu menyebabkan kerugian Rp56 triliun per tahun.

"Angkanya dihitung dari orang produktif yang sakit, gaji yang hilang, biaya rumah sakit, biaya pengobatan, dan dikalikan dengan pendapatan per kapita," katanya.

Selain penyakit diare, muntaber, dan sejenisnya, katanya, BABS sembarangan juga menyebabkan puluhan sungai di Jawa, Sumatra, Bali, dan Sulawesi tercemar berat oleh bahan organik dan zat amonium. Walhasil, sanitasi buruk mengakibatkan IPM (Indeks Pembangunan Manusia) atau HDI Indonesia menempati urutan ke-41 dari 102 negara berkembang di dunia.

"Semua dampak yang menyebabkan kerugian Rp 56 triliun per tahun itu tak perlu terjadi, bila pemerintah, para legislator, dan masyarakat menyadari pentingnya sanitasi dan air bersih," ucapnya.

Ironisnya, ada 341 bupati dan wali kota di Indonesia yang belum menyadari pentingnya sanitasi dan program air bersih. "Hanya ada 150 dari 491 pemerintah kabupaten/kota se-Indonesia yang memahami pentingnya air bersih," katanya.

Menanggapi hal itu, Kasubbid Keciptakaryaan Bapeprov Jatim, Suwartono, mengakui di Jatim hingga kini memang ada beberapa kabupaten/kota yang belum bebas dari masalah sanitasi. "Misalnya, masih adanya BABS, belum lancarnya saluran pematusan, pembuangan limbah, dan sampah," katanya dalam Rakor Kelompok Kerja (Pokja) Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP) Jatim.

Namun, Pokja PPSP menargetkan Jatim pada 2014 harus terbebas dari BABS. Senada dengan itu, anggota Tim Pokja PPSP Jatim Endah Anggreini mengatakan target "Jatim Stop BABS" itu dimulai tahun 2010 hingga 2014, baik di wilayah perkotaan maupun perdesaan.

"Agar target tercapai maka pemerintah pusat dan pokja PPSP Jatim bekerja sama dengan kabupaten/kota untuk perbaikan pengolahan sampah melalui implementasi 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dan TPA berwawasan lingkungan," ujarnya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement