REPUBLIKA.CO.ID, SOLO--Penggunaan antibiotik sebagai pencegah infeksi pada luka ternyata belum sepenuhnya dipahami masyarakat. Padahal, penggunaan antibiotik sembarangan dapat mengakibatkan resistensi kuman yang berisiko kematian.
Lantaran penggunaan antibiotik sembarangan tersebut juga memaksa para ilmuwan membuat riset untuk menemukan obat baru. Sedikitnya dibutuhkan waktu 20 tahun untuk menciptakan obat baru tersebut. Sementara, resistensi kuman dapat terjadi kurang dari lima tahun jika penggunaan antibiotik tidak terkontrol.
Demikian paparan dokter orthopedik Rumah Sakit Islam Solo (Yarsis), Ismail Mariyanto dalam seminar ‘Terapi Antibiotik yang Rasional’ di RS Yarsis, Sabtu (24/7). Dikatakannya, masyarakat cenderung memilih untuk membeli antibiotik yang dijual bebas tanpa resep dokter. Hal ini mendorong masyarakat untuk tidak mematuhi aturan penggunaan antibiotik. “Obat yang seharusnya diminum 5 hari, tapi setelah 2 hari tidak diteruskan karena badan merasa sudah enak. Akibatnya kuman yang sudah lemah tidak jadi mati dan tumbuh jadi kebal,“ ujarnya.
Kuman yang telah resisten terhadap antibiotik, ujarnya, tumbuh dengan cepat. Dalam waktu kurang dari 30 menit, kuman dapat berkembang biak. Lantaran hal itu, pasien lebih cepat menghadapi risiko kematian. “Kalau kuman sudah kebal, cari obat baru lama dan tentunya lebih mahal, beban biaya rumah sakit yang harus ditanggung juga akan tinggi,“ terangnya.
Lantaran hal itu, Ismail menegaskan penggunaan antibiotik harus memenuhi syarat tepat. Dijelaskannya, antibiotik yang tepat harus diberikan sesuai dengan jenis infeksi pasien. Antibiotik tersebut harus diberikan dalam dosis yang tepat dan sudah menjalani diagnosa akurat.