Kamis 12 Aug 2010 07:15 WIB

Masya Allah, Lima Bulan Hidup Tanpa Batok Kepala

Rep: Mohammad As’adi/ Red: Arif Supriyono

REPUBLIKA.CO.ID, TEMANGGUNNG--Sungguh berat derita yang dialami Slamet Priyanto. Bayi berumur lima bulan itu akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya pada Rabu (11/8).

Bayi malang itu mampu bertahan hidup selama lima bulan dengan tanpa batok kepala. Sejak lahir, Slamet dinyatakan menderita ancepalus atau tidak memiliki batok kepala sehingga harus menjalani perawatan intensif.

Anak pasangan Suherman (45 tahun) dan Susiah (40) warga RT 03 RW 07, Dusun Kasihan, Desa Mudal, Kecamatan Temanggung, Kabupaten Temanggung, Jateng itu lahir dalam kondisi mengalami kelainan tanpa batok kepala. ’’Melihat kondisi anak saya yang begitu, saya pasrah saja. Apalagi, kami tidak kuat menanggung biaya perawatan yang mencapai puluhan juta rupiah,’’ kata Suherman.

Sebelum meninggal, berdasarkan perhitungan dokter yang merawat bayi malang itu, kondisinya sudah mulai membaik, batok kepalanya sudah mulai tumbuh menutupi sebagian otaknya. Namun karena sering mengalami kejang-kejang, akhirnya Slamet tak tertolong.

Slamet yang lahir 13 Maret 2010, karena mengalami kelainan pada kepalanya, oleh bidan yang menangani dilarikan ke RSUD Djojonegoro, Temanggung. Namun karena tidak kuat menanggung biaya yang harus ia bayarkan, baru beberapa hari menjalani perawatan, Susiah dan suaminya memutuskan membawa pulang anak malang itu. Padahal, Slamet masih sangat membutuhkan perawatan medis. Itu terjadi pada hari ke 10 setelah kelahiran anaknya itu. Dokter mengatakan anaknya perlu mendapat perawatan lebih intensif lagi.

Pihak keluarga langsung bimbang, lantaran menurut dokter, biaya perawatan mencapai puluhan juta rupiah. Slamet harus dirawat ke RSU dr Karyadi, Semaran  karena RSUD Djojonegoro tidak memiliki perlengkapan dan dokter spesialis yang cukup untuk merawat Slamet. "Saya tidak punya uang untuk mengobatinya lagi," kenang Susiah.

Di tengah kebingungan keluar miskin itu, pihak pemerintah desa setempat, terketuk mencari sumber bantuan yang bisa meringankan beban keluarga ini. Berkat kerja sama yang baik dengan seluruh aparat pemerintah, akhirnya Suherman berhasil mengantongi kartu Jamkesmas yang menjamin gratis biaya pengobatan selama di rawat di RSU dr Karyadi.

‘’Setelah beberapa hari kami merawat Slamet di rumah, mendadak ada utusan dari pemkab dan minta agar anak kami dirawat ke RSUD lagi dengan tanpa biaya,’’ kata Susiah. Kebijakan pemkab melalui RSUD tersebut, membuat kedua orang tua Slamet merasa lega sehingga tidak menjadi beban pikiran mereka. "Saya merasalebih tenang. Tidak dipusingkan mencari orang yang mau meminjami saya uang untuk pengobatan,’’ ujarnya.

Menurut Susiah, ketika dilarikan untuk kedua kalinya ke RSUD kondisi bayinya sangat memprihatinkan. Kulitnya sudah berwarna kuning pucat. Setelah mendapat pertolongan medis kondisi Slamet membaik. "Sudah 70 hari anak saya di rawat di RSU dr Karyadi, proses pengobatan berlangsung baik, perkembangannya cepat," ujar ayah Slamet, Suherman.

Slamet meninggal setelah mengalami kejang-kejang terus-menerus. Jenazah Slamet kemudian langsung dibawa kembali ke rumah dan dikebumikan pada malam itu juga. Keluarga Slamet menyambutnya dengan tangis hingga mengantarkannya ke tempat peristirahatan terakhirnya. "Kami ikhlas dengan kepergiannya. Di tengah kegembiraan kami karena anak kami sudah mulai tumbuh batok kepalanya, ia harus pergi juga," tutur Suherman sambil menyeka air matanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement